Selamat Datang

Selasa, 15 April 2008

Puisi Siswa SMP Negeri 8 Jakarta

Rujukan Batin
Abdul Fatah Kelas 8.1


Tatapan penuh resah…..
Melihat diri tak berdaya
Menanti hari penuh harapn
Berjuang penuh derita
Bagai surya menyinari jagat raya

Terasa tangan tak sampai
Namun berjuang tuk tetap sampai
Aku kan terus berjuang
Untuk menghapus penak dinak penyesalan
Demi masa depan yang penuh bahagia

Walaupun sekeras batu……
Dan sebesar ombak lautan yang harus kuhadapi
Aku kan terus berjuang dengan ilmu yang kuraih
Untuk masa depan ……
Dan bumi tempat aku berpijak yang aku cintai





TANAH AIRKU
Ariesta Apriliani Kelas 8.1

Di sinilah tempatku berdiri…
Di sinilah aku tumbuh dan dewasa
Tanah kelahiran yang selalu ku banggakan…
Untukku junjung suatu hari nanti…

Kehidupan yang menyenangkan…
Dan selalu penuh tawa riang dan canda.
Selalu itu yang ku lakukan di tempat ini…
Dengan semua teman-teman…

Tanah yang selalu ku cinta.
Selalu ku sayang,dan selalu ku banggakan…
Ku tak tau..sampai kapan ku berpijak.
Tapi aku kan selalu menjagamu…

Selasa, 08 April 2008

Puisi Taufik Ismail


MENCARI SEBUAH MESJID
(buah pena Taufik Ismail)





Aku diberitahu tentang sebuah mesjid
yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan
fondasinya batu karang dan pualam pilihan
atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan
dan kubahnya tembus pandang berkilauan
digosok topan kutub utara dan selatan

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan
dihiasi dengan ukiran koligrafi Quran
dengan warna platina dan keemasan
berbentuk daun-daunan sangat beraturan
serta sarang lebah demikian geometriknya
ranting dan tunas jalin-berjalin
bergaris-garis gambar putaran angin

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang mesjid yang menara-menaranya
menyentuh lapisan ozon
dan menyeru azan tak habis-habisnya
membuat lingkaran mengikat pinggang dunia
kemudian nadanya yang lepas-lepas
disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas
yang memperindah ratusan juta sajadah
di setiap rumah tempatnya singgah

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang sebuah mesjidyang letaknya di mana
bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya
engkau berjalan sampai waktu asar
tak bisa kau capai saf pertama
sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu
bershalatlah di mana saja
di lantai mesjid ini, yang luas luar biasa

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya
yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya
dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya
di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian
yang menyimpan cahaya matahari
kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan
ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna
di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta
terletak di sebelah-menyebelah mihrab mesjid kita

Aku rindu dan mengembara mencarinya




Aku diberitahu tentang mesjid yang beranda dan ruang dalamnya
tempat orang-orang bersila bersama
dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka
dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian
dalam simpul persaudaraan yang sejati
dalam hangat sajadah yang itu juga
terbentang di sebuah mesjid yang mana

Tumpas aku dalam rindu
Mengembara mencarinya
Di manakah dia gerangan letaknya

Pada suatu hari aku mengikuti matahari
ketika di puncak tergelincir dia sempat
lewat seperempat kuadran turun ke barat
dan terdengar merdunya azan di pegunungan
dan aku pun melayangkan pandangan
mencari mesjid itu ke kiri dan ke kanan
ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan
dia berkata
‘Inilah dia mesjid yang dalam pencarian tuan’
dia menunjuk ke tanah ladang itu
dan di atas lahan pertanian dia bentangkan
secarik tikar pandan
kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran
tanpa kata dia berwudhu duluan
aku pun di bawah air itu menampungkan tangan
ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan
hangat air yang terasa, bukan dingin kiranya
demikianlah air pancuran
bercampur dengan air mataku
yang bercucuran.




Jeddah, 30 Januari 1988

Kamis, 03 April 2008

MANAJEMEN PENDIDIKAN


DIMENSI-DIMENSI PENDIDKAN
Oleh: Ujang Nurochmat

Berbicara masalah pendidikan berarti membahas dimensi-dimensi yang membangun struktur atau anatomi pendidikan, komplek dengan berbagai isu dan persoalan yang tidak akan ada habis-habisnya. Pendidikan, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 yaitu pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Mencermati definisi pendidikan tersebut, muncul pemetaan dalam pikiran kita sebuah jaringan yang saling terkait, saling mendukung, dan saling kebergantungan. Tidak ada satu aspek dianggap lebih penting dari aspek yang lain. Semua berperan membangun anatomi pendidikan. Dan semuanya ditata dan dioptimalkan sebagai pengawal keberlangsungan proses pendidikan.
Bahkan sebagai kegiatan atau proses yang dinamis, pendidikan akan terus berubah tatanannya dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan perubahan ini bukan hanya pada materi kurikulum, atau temuan metode belaka, melainkan juga pada hakekat tujuan. Mengingat pendidikan ditujukan untuk menyiapkan peserta didik dalam rangka menghadapi hidup dan kehidupannya di masa kini dan masa datang. Satu hal yang tidak akan berubah yaitu bahwa pendidikan dibutuhkan oleh mahluk yang bernama “manusia” selama-lamanya sampai akhir hayat (long life education).

Lalu, dimensi-dimensi apa sajakah yang membangun atau mempengaruhi tatanan dunia pendidikan itu? Untuk lebih jelasnya, berikut ini penulis akan menjelaskan satu demi satu dimensi-dimensi pendidikan dan aplikasinya.

1. Dimensi Sosial dan Kultur
Sebagai mahluk sosial, manusia bergaul dengan sesamanya dalam arti bukan hanya sekadar berkomunikasi, melainkan juga berinteraksi satu dengan yang lainnya. Interaksi manusia merupakan kebutuhan dasar setiap individu dalam peranannya sebagai mahluk sosial (homo sapiens). Manusia membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kita tahu bahwa manusia, menurut Maslaw mempunyai kebutuhan mulai dari kebutuhan psikologis, keamanan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut hanya dapat terpenuhi jika berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara di sisi lain, ada dorongan internal manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya oleh diri sendiri. Biarpun keinginan untuk mandiri itu sangat kuat, namun pada kenyataannya juga membutuhkan bantuan orang lain melalui pembelajaran.
Yang paling menonjol dimensi sosial dalam pendidikan adalah adanya interaksi orang dewasa yang sadar tujuan untuk melakukan transformasi terhadap anak didik. Dengan demikian, jelas bahwa dalam upaya pemenuhan kebutuhannya, manusia memerlukan orang lain sebagai medianya dengan cara berinteraksi, transformasi dalam sebuah proses yang disebut pendidikan.
Muncul pertanyaan,”Mengapa sekolah-sekolah di Indonesia lambat majunya dan tertinggal dari institusi sosial lainnya dalam arus perubahan? Padahal, sekolah adalah penentu perubahan sosial (agent of social change) sejak berdirinya dalam sejarah manusia. Ini tidak perlu terjadi jika para pendidik dan peserta didik memahami makna perubahan dalam rangka mengikuti perkembangan zaman yang tidak dapat dielakkan. Jadikan pendidikan sebagai lingkungan kontemporer.
Aplikasinya, pendidikan seyogyanya menyadari akan kepentingan aspek-aspek sosial sebagai salah satu titik tumpu pelaksanaan proses pendidikan. Karena bagaimanapun peserta didik adalah mahluk sosial yang belum matang secara psikologis.
Tidak dapat disangkal lagi bila budaya sebagai salah satu instrumen pendidikan. Pendidikan sebagai produk olah pikir manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya untuk melang-gengkan tradisi kultur yang secara filosofi diyakini memiliki nilai-nilai luhur bagi keluarga, komunitas, suku, bangsa, atau manusia secara keseluruhan. Untuk melestarikannya, maka nilai-nilai tradisi, kultur yang berlaku itu ditransformasikannya kepada generasi penerusnya. Jadi, pendidikan di samping sebagai produk budaya, juga merupakan alat pelestari budaya. Itulah sebabnya budaya merupakan dimensi yang turut mewarnai pendidikan. Sehingga tiap negara memiliki sistem pendidikan yang berbeda-beda bergantung way of life, filosofi, dan budaya masing-masing. Hal ini menjadi salah satu alasan yang merekomendasikan sistem pendidikan dilaksanakan secara desentralisasi oleh masing-masing daerah.
Tasmara (2002:161) menyatakan tentang kandungan utama yang menjadi esensi budaya, yaitu:
a. Budaya berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai dan lingkungannya.
b. Adanya pola nilai, sikap, tingkah laku (termasuk bahasa), hasil karya dan karsa, sistem kerja dan teknologi.
c. Budaya merupakan hasil pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan, serta proses seleksi terhadap norma-norma.
d. Adanya interdependensi yaitu saling ketergantungan baik sosial, maupun, non sosial.


2. Dimensi Proses Belajar yang Efektif
Dalam proses pendidikan terdapat di dalamnya proses belajar. Ada tiga elemen yang perlu diperhatikan dalam proses belajar yaitu siswa (learner), proses belajar, dan situasi belajar. Ketiga elemen ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Peserta didik atau siswa adalah subjek ajar yang berkepentingan memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan sesuai dengan kebutuhannya. Tanpa subjek didik, proses belajar tidak pernah ada. Masalah ada atau tidak ada orang dewasa/guru tidak akan mengubur proses pendidikan atau pembelajaran. Karena itu, pengetahuan tentang peserta didik seharusnya mendapat perhatian khusus dalam dunia pendidikan. Di samping keunikannya sebagai mahluk individu, peserta didik juga adalah mahluk sosial yang sedang tumbuh kembang. Apabila pertumbuhan dan perkembangannya tidak disadari oleh orang dewasa (guru/orang tua/masyarakat), maka siap-siaplah komuni-tas bangsa manusia itu menghadapi generasi penerusnya yang jauh di luar harapan bangsanya.
Elemen berikutnya adalah proses belajar. Elemen ini sangat menentukan keberhasilan mengantarkan peserta didik menuju ke kedewasaan. Keberhasilan proses belajar itu ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku hasil interaksi transformasional dengan “hal” yang dipelajarinya. Perubahan tingkah laku bisa dilihat dari gejala learner menjadi tahu dari tidak tahu sebelumnya, atau jadi terampil dari tidak bisa sebelumnya.
Yang ketiga adalah elemen situasi belajar. Elemen ini berhubungan dengan latar terjadinya proses belajar, yakni latar waktu, tempat, kondisi fisik, motivasi, dan sebagainya yang mendorong atau menginspirasi seseorang mau belajar dengan atau tanpa pengaruh orang-orang di sekitarnya.

Situasi belajar yang kondusif akan membuat siswa nyaman, bergairah saat melakukan proses belajar. Situasi belajar dapat direkonstruk. Di sinilah peranan guru hadir sebagai katalisator, motivator, mediator, atau mungkin hanya sekadar “tukang parkir” dalam arti membimbing siswa memanfaatkan situasi belajar secara optimal agar menghasilkan asupan berupa materi pendidikan secara maksimal dan bermakna.
Aplikasi dimensi proses belajar yang efektif berarti mendorong guru untuk merencanakan, mempersiapkan, menyusun, dan melaksanakan situasi belajar yang menstimulan peserta didik (leaner) untuk bereaksi secara positif. Guru yang kreatif, inovatif memiliki kecenderungan untuk mencari strategi pembelajaran dengan memberdayagunakan potensi-potensi yang ada di sekitarnya. Bagi sang inovator ini, sumber ajar tidak hanya dari guru, apapun yang ada di sekitar dapat dimanfaatkan oleh siswa sebagai bahan ajar yang relevan.
Selain bakat, rasa kecintaan terhadap profesi, dan kesadaran akan peranan, dan fungsinya, guru perlu membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi agar tugas yang diembannya, yaitu sebagai pendidik dan pengajar, dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Diharapkan dirinya dapat menjadi guru yang tablig, amanah, fatonah, dan sidiq. Pendidikan wajib memahami dan menyadari fungsi strategi belajar.

3. Dimensi Ekonomi dan Finansial
Proses pendidikan tidaklah mungkin terlepas dari dimensi ekonomi dan atau finansial (economic and financing dimensions). Dikatakan demikian karena antara pendidikan dengan kondisi ekonomi masyarakat memiliki hubungan yang konklusif. Saling mempengaruhi. Bila taraf pendidikan suatu bangsa tinggi, ada kecenderungan income per kapitanya juga tinggi yang berarti Gross national productions (GNP)-nya pun tinggi. Atau dibalik, jika kesejahteraan suatu bangsa tinggi, maka cost untuk pendidikannya pun dianggarkan cukup besar. Kondisi seperti ini akan memberi peluang untuk memperoleh pendidikan yang maksimal.
Pemerintah yang menyadari pendidikan sebagai kata kunci dalam membangun bangsa, akan menganggarkan pendidikan sebagai sektor pengobat keterpurukan suatu bangsa. Dengan demikian, secara kausalitas, pembangunan di bidang pendidikan akan berdampak positif terhadap perkembangan aspek lain, termasuk ekonomi di dalamnya. Selain itu, memang sudah seharusnya pemerintah bertanggung jawab bersama masyarakat menyelenggarakan pendidikan sebagai hak dasar rakyatnya. Maka wajar jika sekolah digratiskan sebagai investasi terhadap pembanguan bangsa. Tentu saja hal ini disesuaikan dengan kemampuan keuangan yang ada.
Jadi dunia pendidikan sudah sepatutnya sejak awal diprioritaskan sebagai program nasional yang tidak perlu diragukan lagi untuk membangun perekonomian dan kesejahteraan bangsa. Hanya negara-negara yang menempatkan pendidikan sebagai panglima pembangunanlah yang berhasil mengentaskan kesejahteraan bangsanya. Karena pendidikan memberi solusi terhadap problema kehidupan kini dan akan datang. Tidak dapat dibayangkan kondisi suatu bangsa yang menempatkan pendidikan sebagai program urutan kesekian di bawah program strategi keamanan, atau yang lainnya.

4. Organizational Behaviour in Educations
Lembaga pendidikan sebagai sebuah organisasi yang memiliki suatu tujuan yang dinamis, akan mendorong para pelaku pendidikan untuk mengadaptasi setiap aspek yang diarahkan pada pemenuhan tuntutan pendidikan. Para pelaku pendidikan yang berlatar belakang berbeda-beda, jabatan berbeda, motivasi, dan kondisi ke-diri-an turut mewarnai perilaku organisasi pendidikan.
Benturan-benturan kepentingan baik yang disebabkan kesalahpahaman, sistem komunikasi yang kurang baik, atau iklim kerja yang kurang nyaman, baik secara vertikal maupun horizontal akan mempengaruhi perilaku organisasi secara keseluruhan. Kehadiran kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan dimungkinkan dapat memberi solusi baik diminta atau tanpa diminta. Karena apabila dibiarkan berlarut-larut, konflik tersebut akan menimbulkan dampak negatif terhadap harmonisasi hubungan antaranggota baik secara tim, maupun secara organi-sasi.
Begitupun dengan keberadaan peserta didik yang memiliki lokus, dan watak berbeda sudah seharusnya dipandang serius sebagai bahan kajian para pendidik sehingga proses pendidikan dapat bermakna sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kini situasi pendidikan harus menyenangkan. Institusi harus menanamkan enjoy learning pada pelaku pendidikan. Sikapi setiap masalah yang menyangkut anak dengan kedewasaan sebagai guru. Maka jika hubungan antarelemen pendidikan berlangsung secara harmonis, setidaknya dapat diminimalisir aspekaspek yang menghambat atau menjadi ancaman.
Aplikasinya tentu para pemegang keputusan dalam dunia pendidikan harus melakukan pembinaan hubungan sosial internal antaranggota baik dalam kapasitasnya sebagai pejabat, atau kapasitasnya sebagai sesaman manusia.

5. Dimensi Politik
Sistem pendidikan sebenarnya merupakan strategi politik suatu bangsa dalam membangun negaranya. Maka rasanya mustahil bila pendidikan bersih dari pengaruh politik. Dapat kita perhatikan, bagaimana perkembangan dunia pendidikan, khususnya di Indonesia, dari masa ke masa. Kontrol pemerintah yang sedang berkuasa akan turut mewarnai dunia pendidikan. Terlebih lagi saat sistem pemerintahan didominasi secara absolut oleh sebuah rejim, dunia pendidikan Indonesia berubah menjadi wadah pembentukan sikap mental yang diarahkan pada kepentingan penguasa.
Beruntung sekarang setelah ada otonomi daerah, sistem pendidikan cenderung diarahkan untuk membentuk insan Indonesia yang memiliki ilmu pengetahuan, teknologi, dan sebagainya yang berguna bagi dirinya, masyarakat, dan negaranya. Pada konsep ini pendidikan diharapkan sudah bermanfaat sejak kini, sejak diterima oleh setiap peserta didik.
Sayangnya, secara faktawi, masih banyak kebijakan-kebijakan yang prematur, terkesan grasa-grusu. Banyak pula kebijakan yang dimaksudkan untuk mengamankan posisi dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangannya. Akibatnya yang repot adalah para pelaksana di lapangan. Ada kalanya mereka baru saja mempelajari kebijakan tersebut, dalam waktu yang relatif singkat sudah diganti oleh kebijakan baru. Sebagai contoh riil, penerapan kurikulum. Dapat kia bayangkan kurikulum yang diluncurkan pada tahun 2004 itu sudah mengalami banyak perubahan materinya, perangkatnya, sarana-prasarananya, bahkan namanya pun berganti-ganti dari KBK, Kurikulum 2004, Kurikulum 2004 yang diperbaharui, dan sekarang KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Betapa hebatnya para pemikir pendidikan di Indonesia. Tidakkah dengan berganti-ganti kebijakan yang (maaf) kurang strategis itu akan menghambur-hamburkan sumber daya? Kita ambil contoh, dulu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama disingkat SMP, lalu berubah dengan keputusan menjadi SLTP, dalam waktu tidak lama kembali lagi menjadi SMP. Silakan Anda hitung, berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh bangsa ini hanya untuk mengubah huruf-huruf tersebut. Katakanlah untuk satu sekolah harus mengganti stempel, papan nama, kop surat, kop amplop, map, atau atribut lain yang kelihatannya sepele tetapi memerlukan biaya. Lalu kalikan dengan sekian puluh ribu sekolah yang tersebar di tanah air.
Aplikasi dimensi politik ini, diharapkan para pemegang kekuasaan memberi otonomi kepada instansi pendidikan untuk mengembangkan sistem yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik di wilayahnya masing-masing tanpa mengancam kesatuan nasional. KTSP merupakan salah satu bentuk menerapan sistem otonomi di bidang pendidikan. Walaupun agaknya perlu ditinjau ulang dengan masih mempertahankannya sistem ujian negara.

6. Dimensi Hukum dan Profesionalisme
Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah pembekalan life skill kepada siswa agar memiliki kemampuan atau daya juang dalam menghadapi kehidupannya. Dalam agama Islam dijadikan sebagai kalimat doa yakni “Robbana atina fi dunya hasanah, wa fil akhiroti hasanah, wa kinaa adzabannar”. Artinya bagaimana generasi penerus kita terlepas dari jerat hukum. Baik hukum negara, hukum masyarakat yang tidak tertulis, baik berupa adat kebiasaan, maupun etika moral, dan tentu saja hukum agama.
Dengan demikian, dalam pendidikan para pelajar dibekali oleh orang dewasa (pendidik) tentang kesadaran hidup sesuai dengan norma hukum. Dan sebagai sebuah proses, pendidikan juag diatur dengan hukum berupa peraturan yang mengikat stake holder dalam rangka membangun proses pendidikan yang harmonis dan teratur. Uraian ini menunjukkan bahwa dunia pendidikan tidak terlepas dari peraturan, perundangan, dan atau hukum sebagai alat pengatur tata laksana pendidikan.

7. Dimensi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sebagai agen perubahan, sudah menjadi keharusan dunia pendidikan melakukan penelitian untuk meningkatkan kinerjanya sebagai model pengembangan sumber daya manusia sekaligus sebagai bahan ajar yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan tugas, peranan dan fungsinya dalam mengembangkan sumber daya manusia yang siap bersaing dalam menghadapi tekanan perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta era globalisasi.
Dunia pendidikan modern tidak “hanya” berfungsi sebagai wadah mentrasfer nilai-nilai kultur belaka. Karena para ahli pendidikan modern memandang dunia pendidikan juga sebagai pusat atau agen perubahan.
Peserta didik memiliki dua sisi yaitu sebagai pelestari kultur bangsa, dan sebagai pembaharu kultur bangsa. Maka dari itu, guru setidaknya memiliki wawasan yang luas tentang karakteristik kultur bangsanya, juga kapabelitas teknologi masa kini. Diharapkan tidak ada guru yang berpandangan kolot bagai katak dalam tempurung. Tentu saja tuntutan semacam ini imbasnya pada institusi sebagai lembaga pendidikan untuk menyediakan perangkat teknologi yang dibutuhkan proses pembelajaran.

8. Dimensi Teknologi Informasi
Abad ke-20 disebut-sebut sebagai abad informasi. Pendapat ini muncul setelah informasi dirasakan begitu penting sebagai sumber daya seperti sarana dan prasarana, tenaga, dan sebagainya. Informasi adalah data yang telah diambil kembali atau diolah atau sebaliknya untuk tujuan informatif, atau kesimpulan argumentasi sebagai dasar ramalan pengambilan keputusan. (Robert G. Murdick, John E. Roos/James R. Claggell). Sedangkan yang dimaksud dengan teknologi informasi meliputi seluruh jenis teknologi yang memroses data, dan informasi seperti telepon, satelit, radio, dan komputer.(Ade Cahayana).
Perkembangan teknologi informasi turut mempengaruhi sistem pendidikan baik nasional, maupun internasional. Setiap aspek yang terkait dengan pendidikan, tata nilai, dan sistem juga berubah akibat dampak dari perkembangan teknologi informasi. Bahkan saat ini, terutama di perkotaan, internet sudah jadi sumber pembelajaran yang handal. Kecenderungan pemanfaatan internet (dunia maya) semakin hari semakin meningkat. Sehingga masyarakat pemerhati pendidikan dapat menarik kesimpulan bahwa lembaga-lembaga pendidikan sudah saatnya melibatkan diri sebagai pemeran dalam dunia maya tersebut. Jangan kaget, jika suatu ketika (ramalan penulis) bangunan sekolah itu sudah tidak ada lagi karena transformasi pendidikan dilakukan melalui internet. Setiap siswa dapat mengakses dan memiliki e-mail. Gurunya bahkan bukan hanya e-mail, mereka sudah buka warung berupa blog yang bisa dikunjungi oleh para siswanya.
Kenyataan seperti ini sudah seharusnya disadari sebagai sebuah fenomena yang perlu ditanggapi oleh setiap pelaku pendidikan. Diharapkan sekecil apapun fenomena itu, jika bermanfaat untuk kemajuan pendidikan itu sendiri, maka tidak ada alasan untuk mengelak.
Namun demikian, masih banyak para pelaku pendidkan yang masih skeptis terhadap perubahan teknologi. Seakan-akan perubahan yang diberlakukan itu sebagai sebuah hambatan. Padahal jika diselidiki, respons negatif itu didasari oleh lemahnya pengetahuan, atau keterampilan yang terkait dengan teknologi tersebut. Masalah demikian tentunya harus ditangani secara arif dan bijaksana oleh para pemimpin pendidikan agar masalah tersebut dapat diatasi dan energinya dapat diubah menjadi energi positif.
Di sisi lain dunia pendidikan pun harus memenuhi kebutuhan proses yang terus berubah dengan menyediakan sarana, prasarana, media, tenaga ahli, serta sumber daya lainnya, termasuk pelatihan guru. Aplikasi semacam ini menegaskan bahwa pendidikan tidak akan bisa memisahkan diri dengan perkembangan teknologi yang justru merupakan hasil proses pendidikan.
Jakarta, 5 Oktober 2007
U. Nurochmat



DAFTAR PUSTAKA


Komariah, Aan. 2004. Visionary Leadership, Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurkolis. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Teori, Model, dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
Tilaar, H.A.R. 2006. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Atmowirio, Soebagio. 2000. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Pustaka Antara.

Puisi Siswa SMP Negeri 8 Jakarta

DUNIA GEMERLAP
Karya Yusuf Eben Y. Kelas 8.1
Angkt. 2006-2007

Ku mulai hariku
Dalam do’a mengisi hari
Sejak pelangi dalam lagu
Kan kudengar dalam hati

Semua hasrat kenangan jiwa
Kubiarkan jadi asa
Dalam cahaya dunia gemerlap
Tak kan membuat mata ku tertutup



Rujukan Batin
oleh: Abdul Fatah Kelas 8.1
Angkatan 2006-2007

Tatapan penuh resah…..
Melihat diri tak berdaya
Menanti hari penuh harapn
Berjuang penuh derita
Bagai surya menyinari jagat raya

Terasa tangan tak sampai
Namun berjuang tuk tetap sampai
Aku kan terus berjuang
Untuk menghapus penak dinak penyesalan
Demi masa depan yang penuh bahagia

Walaupun sekeras batu……
Dan sebesar ombak lautan yang harus kuhadapi
Aku kan terus berjuang dengan ilmu yang kuraih
Untuk masa depan ……
Dan bumi tempat aku berpijak yang aku cintai



...EngKau Yang SeMpurna...
Karya Bella Frisma kelas 8.1
Angkt 2006-2007

BagiMu diriku hanyaLah beban
BagiMu ibu diriku hanya aKan MerepotkanMu
Tapi bagiku engkau segaLanya
Engkau yang Mengisi hari-hariku

Tanpa diriMu ibu ...
Aku tak sanggup Menjalankan hidup
Dirimu Sangat berharga dibanding apapun
Bahkan nyaWaKu ini ibu ...

Tak pernah terdengar oLehKu engKau Mengeluh
Meski diriKu hanya MerepotKanMu
KasihMu SeLaLu MenyertaiKuMenyertai Setiap LangkahKu


PEMULUNG
Aqmarina Fauhan, Kelas 7.3
Angkatan 2007-2008


Walau hari hujan
atau panas menderamu
kau tetap bekerja
dengan baju lusuhmu

Pekerjaanmu, sering
Dicemoohkan orang
Tapi kau tak peduli
Karena menurutmu itu pekerjaan mulia

Pekerjaan mulia yang membantu
Membantu orang banyak
Mengurangi sampah-sampah
Mereka ….

Mungkin suatu saat
Pekerjaanmu akan dihargai
Diakui oleh semua orang

Jakarta, 7 Desember 2007


andai ,
Smua itu terjadi .
Karya Sara Jessica, kelas 8.1
Angkt. 2006-2007

Terdiam Ku disini
Terpukau penuh tanya
Bila angin membawa Ku Kesana

Andai,
Smua itu terjadi .
Kan Ku bantu para petani
menanam bibit di sawah

Andai,
Smua itu terjadi .
Kan Ku lewati rawa – rawa yang indah

Andai,
Smua itu terjadi .
Kan Ku arungi sawah-sawah yang penuh lumpur

Andai,
Smua itu terjadi .
Kan ku dendangkan nyanyian untuk nusa
Dan Kan Ku panjatKan Syukur
Pada Yang Esa , Karena senangnya hati


Banjir
Karya Putri Octaviani, kelas 8.1
Angkt. 2006-2007

hujan deras mengguyur bumi
airmu menetes deras sekali
dahulu kota nan indah
sekarang porak - poranda

sampah – sampah berserakan
disudut – sudut jalan
akibat ulah kita semua
Banjir datang melanda

Banjir sering kali terjadi
karena insan tak sadar diri
akibat ulah diri sendiri
kan merugikan seluruh insani

kulihat mobil traktor sibuk bekerja
memberes jalan akibat banjir melanda
kuharap banjir tak datang lagi
menghancurkan kembali kota yang
indah ini.


AIDS
Annisa Septiana, kelas 8.5
Angkatan 2006-2007

AIDS kau rasuki jiwa
Orang-orang tak berdosa
Kau rayu lalu kau campakkan mereka
Mereka yang lugu …
Mereka yang lemah …

Hanya karena kepuasan sesaat
Atau pergaulan yang nista
Mereka terjerumus ke lingkar hitam.

Tak ada penawar
Tak ada obat
Demi menepis virus mematikan
Kini hampir 50 ribu nyawa
Kehilangan masa depan.

Seiring senja yang meredup
Melipur jiwa mereka yang sayup
Bagai cakrawala ditelan senja.

Hanya sepenggal harap, dan sesal
Menyelimuti rasa sakit
Yang kian memudar.



Jakarta, 7 Desember 2007

Rabu, 02 April 2008

Puisi Pilihanku


SAAT-SAAT PERTAMA
U. Nurochmat

Saat-saat pertama kubertemu dengannya
di halaman parkir Citraland
Wajahnya
Matanya
Bibirnya
Hidungnya
Pipinya
Lehernya
Dadanya
Pinggangnya
Kakinya ….
Berbulu semua!



Juli 1999





SEPATU
U. Nurochmat

Bila ada bekas sepatu yang rata
di halaman sekolah
Itu pijakan sepatuku
Karena bawahnya sudah habis dimakan waktu

Bila ada bekas sepatu yang kotor
di lantai kelurahan
Itu pijakan sepatuku
Saat aku mengurus surat keterangan
tidak mampu

Bila ada sepatu bekas,
tolong berikan padaku
karena kakiku harus bersepatu
ke sekolah.


April 2004

Selasa, 01 April 2008

PUISI ULANG TAHUN

CINTAKU BUKAN UNTUK SETAHUN
ATAU SEPULUH TAHUN


Cinta ….
Beberapa hari sebelum hari ini
Aku sempat takut lupa bila waktu tak sempatkan
Aku memelukmu lagi
Mengulang hari-hari yang sering kita sambangi
Dengan kesyahduan dan ketulusan

Cinta ….
Hari ini aku tulis puisi
Namun aku tak yakin kata-kata akan jujur
Melantunkan kebahagiaanku
Karena aku masih memilikimu

Aku tak punya kata-kata baru
Yang bisa kutalarkan seperti yang kurasakan
Kalaupun ada tak cukup
Memenuhi harapanku
Kalaupun cukup
Tak padan dengan rasaku
Kalaupun padan
Tak sewarna dengan bungaku
Dan kalaupun sewarna
Kutak yakin merangkainya seperti yang kau dambakan

Cinta ….
Ada satu harap yang bisa kau berikan untukku:
Adalah aku masih biru di laut kasihmu
Adalah aku masih hijau di rimbun bukitmu
Adalah aku masih bening di sejuk danaumu
Adalah aku masih hangat di lenguh pelukmu
Cinta ….
Adalah aku masih mabuk digodamu!

Cinta ….
Kutulis puisi ini sebenarnya
Dengan rangkai doa
Bukan dengan cenderamata atau karangan bunga
Semoga hari-hariku tak sempat kehilanganmu
Karena cintaku bukan untuk setahun atau sepuluh tahun

Cinta ….
Selamat ulang tahun!


4 April 2008
Yanda

Puisi dari Gambar

Kenangan manis saat mandi di Cempaka Wulung, Moga, Pemalang bersama sahabatku M. Akil, guru SMA Negeri 1 Randu Dongkal.

Berikut puisinya:

ADA KERINDUAN PADAMU
U. Nurochmat


Ada kerinduan padamu
Bening sejuk sejarahku
Senyum damai terkulum
Pada bukit, hijau daun

Ada kerinduan padamu
Kubasuh lelah jiwa raga
Menalar dusta nista
Pada setiap langkahku

Ada kerinduan padamu
Tawa teman setia
Lenguhkan lagu hening
Atau dendang purwa sawah menguning

Aku masih menggenggam
Kisah lama dalam lipatan hari-hariku:
Di sini ada anak-anak yang lena
Dengan tawa renyah
Pada percik keiklasan embun daunan
Atau ricik alir sungai kehidupan
Basuhi luka memar dikhianati keserakahan

Wajah-wajah harapan
Dengan ramah hiasi dinding hati
Dengan renyah riangi lembah hati
Sejukan tangis pilu anak desa

Adakah rinduku menalar jernih alir mata air?
Adakah dambaku nyanyikan cericit burung pipit
Di rerantingan?
Adakah rinduku seperti rindumu?


20 Maret 2008

Makalah Landasan Ilmu Pendidikan

MENGENAL PERBEDAAN INDIVIDU
SEBAGAI LANDASAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
oleh: U. Nurohmat

A. PENDAHULUAN
Manusia sejak dahulu sudah menjadi bahan pembicaraan manusia itu sendiri karena keunikannya. Unik dalam arti sisi fisik dan jiwanya. Maka wajar karena kompleksitas keunikannya itulah sampai saat ini hanya dapat menduga-duga. Kalaupun kajian itu bersifat ilmiah, konklusinya tidak dapat serta merta diproklamasikan sebagai sumber informasi primer yang benar secara generik.
Dikatakan demikian karena manusia benar-benar unik karena tidak ada dua individu yang identik, walaupun kedua individu tersebut kembar. Apa lagi jika manusia ini diteliti dengan mengkomparasikannya dengan hewan atau mahluk lain. Manusia sebagai mahluk berakal, mahluk berpikir, mahluk sosial, mahluk beradab, mahluk berperasaan, dan sekaligus mahluk individu.
Namun tidak berarti kita tidak menaruh salut kepada para pendahulu kita yang telah mendedikasikan hidup dan kehidupannya untuk memberi perncerahan dalam khasanah bereksplorasi mencari jawaban tentang manusia. Dengan pemikiran dan penemuan merekalah kita yang hidup saat ini untuk sementara menerima temuan mereka sebagai dasar kebenaran walaupun bersifat sementara. Dengan dasar pemikiran yang bersifat relatif tersebut pula kita dituntut untuk terus melanjutkan mencari kebenaran yang paripurna.
Di satu sisi, pendidikan sebagai salah satu budaya manusia, sekaligus sebagai cabang ilmu sosial sangat berkepentingan terhadap kajian perbedaan individu. Sebab dengan meletakkan perbedaan individu sebagai salah satu landasannya, proses pendidikan akan tepat sasaran. Dikatakan demikian karena proses pendidikan itu hakekatnya bersinggungan langsung dengan individu-individu. Bagaimana mungkin sebuah proses pendidikan akan berhasil guna dan berdaya guna manakala fitrah manusia yang memiliki perbedaan diabaikan.
Dengan menyadari sekaligus menghargai perbedaan individu, proses pendidikan akan lebih berarti. Bisa jadi modernisasi pendidikan seyogyanya diawali dengan kesadaran akan perbedaan individu yang memiliki kelebihan, dan atau kelemahan masing-masing. Maka muncul istilah-istilah CTL (Contekstual Teaching and Learning), life skill, penilaian proses, dan lain-lain yang berorientasi pada perbedaan individu. Malah jika penulis boleh usul, kurikulum berbasis kompetensi, manajemen berbasis sekolah, proses berbasis kelas, namun penilaian selayaknya berbasis individu. Hal ini penulis pikir layak karena setiap peserta didik memiliki kepentingan atas ketercapaian apa yang diharapkannya. Dan itu tidak sama dari setiap individu. Tetapi hal ini perlu kajian khusus.
Kembali pada masalah perbedaan individu. Banyak teori atau pendapat yang diutarakan oleh para ahli. Beberapa di antaranya penulis tampilkan secara singkat. Dan siapa tahu kajian berikut merangsang para pemikir muda untuk mengkaji lebih dalam tentang perbedaan individu ini guna mencari solusi terhadap perkembangan pendidikan ke arah yang lebih baik. Semoga.
B. Kajian Perbedaan Perilaku Individu
Fillosof kuno Plato menjabarkan spekulasi tentang manusia, bahwa jiwa manusia merupakan:
1. Philosophic: yaitu jiwa untuk mencapai ilmu pengetahuan dan pengertian.
2. Spirited: yaitu jiwa untuk mencari kekuasaan dan ambisi.
3. Appetite: yaitu jiwa untuk memenuhi keinginan dan selera.

Teori-teori Klasik tentang Sifat Manusia
1. Machiavelli: Manusia pada dasarnya jahat, lebih buas dari binatang buas, dan diperbudak kehendak pengusaha dan negara.
2. Kelompok Organisasi Filosof Inggris: Manusia pada hakekatnya memerlukan kondisi mental yang kuat dalam rangka mencapai keinginan dan tujuan yang dikehendakinya.
3. Max Weber: Manusia pada dasarnya tidak rasional dan emosional yang membuat kurang baik dalam mengambil keputusan sehingga sering menambah masalah daripada memecahkan masalah.
4. F.W. Taylor: Manusia pada dasarnya malas, harus dikendalikan dengan ketat dan selalu harus berhati-hati agar dapat terhindar dari sifat pemborosan yang sulit dikendalikan oleh dirinya sendiri.
5. Elton Mayo: manusia pada dasarnya sebagai mahluk sosial yang ingin selalu bergabung dengan yang lain, berkelompok dan bekerja sama, bukan bersaing atau bermusuhan.
6. Ahli Ilmu Modern: Manusia pada dasarnya bukan mahluk baik, dan bukan pula mahluk jelek. Memiliki perilaku unik yang terarah tetapi tidak teratur.
Bila ditarik benang merahnya, dari pendapat para ahli di atas, manusia memiliki perilaku yang berbeda-beda berdasarkan fungsi interaksi dalam kehidupannya. Jika dirumuskan akan menjadi:
P = f (I.L) keterangan: P: perilaku, f: fungsi, I: interaksi, L: lingkungan
Adapun perbedaan individu tersebut disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Kemampuan yang berbeda, baik fisikis, maupun psikologis.
2. Perbedaan kebutuhan.
3. Kepercayaan (religius)
4. Pengalaman (experience)
5. Pengharapan (expectation)
6. Dan lain-lain (fisik, lingkungan, dan sebagainya)

Pendekatan Perilaku (Behavioral Aproach)
1. Pendekatan Kognitif
seperti yang dikemukakan di atas, rumusan perilaku P = f (I.L.) antara perilaku fungsi dari individu dengan lingkungannya. Rumusan tersebut merupakan bangunan kesadaran mental individu dalam bersosialisasi terhadap lingkungan yang membentuk seseorang cara berpikir, memahami, dan melaksanakan kegiatan konsep yang menumbuhkan sikap, kepercayaan dan pengharapan. Dengan demikian pendekatan kognitif hanya dapat apa yang dilihat dalam perilaku saja yang direfleksikan pada ukuran perilaku. Elemen kognisi dikenal dengan rumus SCR sebagai berikut:
Stimulation
Respons
Cognition

Menyisihkan uang jajan
Menabung
Buku Contoh:


Ketiga kognisi tersebut membentuk struktur kognisi yang menghasilkan sejumlah konsekuensi yang berbeda, yaitu:
a. Dalam kehidupan terdapat berjuta kognisi yang berbeda kompleksitasnya.
b. Merupakan kesatuan sistem atau konsonan, baik yang bertentangan maupun yang sepaham.
c. Saling terjalin dan membentuk suatu ideologi.
d. Dan dapat pula membentuk compartementalized yang tidak menyatu.
Selain struktur, kognisi dilihat dari fungsinya adalah sebagai berikut:
a. Membentuk pengertian (meaningfull).
b. Menghasilkan emosi dan perasaan (emotional and feeling)
c. Membentuk sikap (affective building)
d. Memberi motivasi (motivation incharge)
2. Pendekatan Penguatan (Reinforcement approach)
Teori ini berkembang untuk meneliti perubahan perilaku dari eksperimen Ivan Pavlov dan Edward Thorndike melalui:
a. Penyelidikan reflek (conditional reflex) dengan rumus SR (stimulus – respons). Misalnya ada buah kedondong akan merangsang terbitnya air liur.
b. Trial and Error (law of effect), yaitu suatu usaha yang terus-menerus sampai mencapai kondisi kebutuhan nyata (real need)
Konsep penguatan ini dapat dilakukan dengan memberikan reward sebagai pembangun motivasi baik yang muncul secara internal berupa kebutuhan maupun secara eksternal berupa suport atau pujian.
Perhatikan gambar berikut!
External reinforcement
hasil
meningkat
Respons
stimulus
Internal need

association
3. Pendekatan Pemadaman (Extinetion approach)
Pengaruh pelemahan
StimulusTeori ini digunakan untuk mengantisipasi perilaku yang negatif. Dalam rumusannya berarti terjadi pelemahan hubungan antara stimulus dengan respons. Hal ini digambarkan pada chart berikut:
Respons





4. Pendekatan Hukuman (Punishment approach)
Pendekatan ini berfungsi untuk mengantisipasi penyimpangan perilaku dengan cara memberi hukuman agar individu dapat kembali mengubah perilakunya yang menyimpang ke arah peningkatan respons.

Stimulus
Pengaruh deviasi
Respons


Respons increase
Punishment

Karena berupa hukuman, maka hubungan antara stimulus dengan respons tidak menyenangkan. Untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan tersebut, sebaiknya punishment bersifat:
a. dilakukan secara efektif dengan tujuan untuk memperbaiki perilaku menjadi positif.
b. Memberi dampak jera pada individu.
c. Harus up to date.
d. Tetap diamati (teori Kendler)
Sebagai contoh guru yang tidak ikut upacara hari senin akan dipotong transportnya sehingga guru yang biasa tidak ikut akan berusaha datang untuk ikut upacara. Atau siswa yang tidak mengumpulkan pekerjaan rumah akan diberi tugas dua kali lipat dari tugas sebelumnya.

5. Pendekatan Psikoanalitis (Psychoanalytic Approach)
Teori ini dikembangkan oleh Sigmund Freud. Dia mengatakan bahwa perilaku manusia dikuasai atau dikendalikan oleh kepribadiannya sendiri. Perbedaan individu dipengaruhi oleh konflik yang ada pada diri individu itu sendiri karena adanya model baik/buruk. Ukuran baik/buruk itu menjadi absolut/mutlak bagi individu yang mempercayainya yang bersumber pada magis atau supranatural, bukan ilmu.
Perhatikan bagan berikut!
Konflik perilaku
Dalam tubuh
Baik/buruk
Magis
di luar ilmu
Suprana-tural
sadar
konsep
kegiatan
mental
ego
ketidak-sadaran
Id
superego








Ego berada di bawah sadar untuk mendapatkan kekuasaan, keinginan, membutuhkan perantara sehingga berinteraksi di luar lingkungannya. Hubungannya dengan id dan superego adalah sebagai pengontrol dan bersifat melayani.
Id adalah kepribadian yang bersumber pada kekuatan jiwa yang berupa insting-insting untuk mencapai kepuasan, keinginan, atau harapan-harapan. Id tidak terikat pada etik, moral, atau logika. Id memiliki sifat menerima yang bersumber pada libido, atau menolak yang bersumber pada agresi yang pada dasarnya bisa berupa merusak atau melawan.
Perhatikan bagan berikut ini!
ID
Menerima
Menolak
Libido
Agresi
Seks, kesenangan,
keinginan
Merusak
Melawan










Superego adalah sumber kekuatan moral personality seseorang. Superego terjadi setelah individu lepas dari periode oedipus komplek (cinta kepada orang tua). Superego merupakan mediator terhadap punishment dari proses penyimpangan perilaku individu. Superego membantu dan mendorong ego untuk mencapai kepuasan dan keinginan id atau membantu ego terhadap impul-impul id. Letupan-letupan id sebenarnya sulit untuk dikontrol oleh ego, karena itu superego potensial untuk membantu ego dalam mengatasi letupan id.
Untuk lebih jelasnya, hubungan ego, superego, dan id akan terlihat pada bagan berikut ini.

Ego
Superego
Id
Membantu ego ter-
hadap impul id
kontrol/melayani
Mencapai kepuasan/keinginan






Uraian
Id
Superego
Ego
Dasar
Biologi
Sosiologi
psikologi
Perolehan
Pewarisan
Sosialisasi
pengalaman
Tujuan
Kesenangan
Kesempurnaan
Realita
Fungsi
Hasil yang diinginkan
Penekanan/ kontrol
perlindungan
Mental
Ketidaksadaran
Ketidaksadaran
Kesadaran
Proses
Emotion
- reflek
- halusinasi
Pengamatan
- persepsi
- memori
- berpikir
- menilai
Kognitif
- evaluasi
- sangsi/hu-
kuman

Perspektif pendekatan psikoanalitik Sigmund Freud ini adalah sebagai berikut;
Perilaku kreatif – penciptaan sesuatu
Ketidakpuasan – dinamika keinginan yang terus-menerus
Teknik pengembangan – training dan penelitian (belajar)
Kepemimpinan dan kekuasaan – politik dan kenegaraan



Aspek Perbedaan Individu dalam Pendidikan
Berikut ini akan diuraikan secara singkat tentang aspek-aspek perbedaan individu yang mendasari pendidikan.
1. Aspek Biologis
Perilaku manusia pada hakikatnya dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan (empiris), dan faktor keturunan (hereditas). Aspek biologis ini tentu sangat penting untuk diperhatikan dalam konsep pengembangan ilmu pendidikan. Di antaranya kondisi fisik, perkembangan motorik, pewajahan, kesehatan, dan lain-lain.
Menurut Maslaw aspek kebutuhan fisik merupakan kebutuhan mutlak sehingga harus menjadi pertimbangan utama dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Karena itu hal-hal yang terkait dengan fisik/biologis individu sebagai peserta didik harus diperhatikan. Misalnya sarana/prasarana bangunan tempat belajar, jadwal kegiatan, peralatan khusus, pengaturan kelompok, serta konsep pendidikan yang tidak menumbuhkan konsep diri yang negatif.
2. Aspek Intelektual (Kognitif)
Selain perbedaan biologis, setiap individu memiliki perbedaan intelektual. Perbedaan ini dapat dilihat dari performanya dalam kegiatan belajar seperti bertanya, menjawab, atau hasil tugasnya. Berdasarkan itulah teori Binet yang dikembangkan oleh Jensen menggunakan tes IQ dalam rangka mengenali sekaligus mengukur:
v kemampuan intelektual,
v kemampuan umum,
v kecerdasan dalam memecahkan masalah,
v kemampuan berkelompok,
v pencapaian tingkat akademik, dan
v indikator kemampuan intelektual seperti menghitung, bahasa, menerima perubahan, mengingat, memahami hubungan, dan berfantasi.
Intelegensi dideskripsikan menjadi dua yaitu konstruk S (specifik), dan konstruk G (general). Konstruk Specifik adalah konstruk yang khusus dimiliki oleh individu. Dan hal ini akan dijadikan pertimbangan penempatannya dalam situasi belajar, atau jenis pekerjaan yang sesuai dengan spesifikasinya. Sedangkan konstruk general adalah ukuran kemampuan intelektual umum yang dimiliki oleh setiap individu. Dalam kontruk ini dibedakan ukuran tingkat kemampuannya.
Konstruk S diperoleh melalui pendidikan dan atau pelatihan. Sedangkan konstruk G kebanyakan merupakan faktor genetik.
Gagner mengembangkan teori tentang multiple intelligence yang menyatakan bahwa manusia memiliki o dimensi semi otonom, yaitu:
Ø Linguistik
Ø Musik
Ø Matematik-logis
Ø Visual spasial
Ø Kinesik fisik
Ø Sosial interpersonal
Ø Intrapersonal
Ø Intelegensi natural

Dalam hal ini perbedaan kognitif setiap individu dapat terlihat pada bagaimana seseorang:
1. berperhatian pada sesuatu
2. mendiskriminasikan rangsangan
3. mengklasifikasi ciri-ciri umum
4. meresponse time dalam problem solving
5. memiliki tanggapan induktif logis dan berpikir deduktif
6. mengantisipasi sesuatu secara konstruk terhadap rangsangan dari luar.
Untuk membedakan gaya kognitif sebagai analisis perbedaan individu dalam pengelolaan pendidikan, perhatikanlah bagan berikut ini!
Gaya Kognitif
Pengelolaan Pengajaran
Conceptual tempo
Psikologi tinggi
Psychological differentiation
Terikat vs bebas
Cognitive reflective
Psikologi rendah
Cognitive impulsive
Global vs analytic










3. Aspek Psikologis
Ada dua komponen mendasar yang membedakan individu secara psikologis dalam dunia ilmu pendidikan, yaitu minat dan kemandirian. Minat sangat berkaitan dengan masalah bahan ajar, alat ajar, situasi, kondisi, serta guru. Sedangkan kemandirian seseorang bergantu pada upaya membebaskan diri dari ketergantungan pada bantuan orang lain, menumbuhkan keberanian, dan rasa percaya diri.
Berdasarkan teori dan temuan para ahli yang dikemukakan di atas, ternyata muncul perbedaan intrapersonal dan interpersonal antar individu yang pada akhirnya dijadikan sebagai landasan utama dalam kehidupan yang termasuk di dalamnya adalah pendidikan.

Pengelompokan Anak Didik untuk Keperluan Pendidikan
Yang dimaksud dengan pengelompokan adalah penyatuan beberapa individu yang memiliki kesamaan karakter dan sifat untuk tujuan tertentu. Dikatakan untuk tujuan tertentu karena perilaku individu tidak selalu memiliki tingkat kesamaan fungsi dan arah walaupun memiliki karakter yang sama atau hampir sama. Jadi kesamaan yang dimaksud dikelompokkan berdasarkan kedekatan, tujuan, minat, dan bakatnya. Pendekatan ini lebih dikenal dengan teori kedekatan (teori propinquity). Teori ini menyatakan bahwa kedekatan individu dengan individu lain karena ada kedekatan ruang, jarak, dan daerah (spatial and geografhical proximity).
Sementara George Homans mengatakan bahwa terjadinya kelompok akibat interaksi dan sentimen (perasaan dan emosi). Sedangkan Theodore Newcomb mengungkap pembentukan kelompok berdasarkan teori keseimbangan yang menjelaskan bahwa individu tertarik individu lain atas kesamaan nilai dan sikap terhadap suatu tujuan yang relevan bagi mereka seperti agama, politik, gaya hidup, perkawinan, pekerjaan, dan otoritas. Sedangkan teori pertukaran (exchange theory) mengatakan pembentukan kelompok atas dasar motivasi dan fungsi. Dan ada juga teori kelompok yang didasari oleh alasan praktis. Artinya kelompok terbentuk berdasarkan profesi, keamanan, dan sosial.
Menurut Reitz, kelompok dapat diidentifikasi berdasarkan karakternya, yaitu:
1. adanya dua atau lebih individu
2. berinteraksi satu dengan yang lain
3. saling membagi beberapa tujuan yang sama
4. melihat individu sebagai kelompok
Walaupun banyak penggolongan kelompok berdasarkan teori, namun pada dasarnya kelompok dibedakan atas:
v Kelompok primer, yaitu kelompok yang dibangun dengan keakraban, kerja sama, tatap muka interpersonal, persamaan beberapa pengertian, dan cita-cita individu.
v Kelompok formal, adalah kelompok yang sengaja dibentuk dalam menjalankan tugas tertentu.
v Kelompok nonformal, adalah kelompok yang berinteraksi terhadap daya tarik dan kebutuhan individu.
v Kelompok terbuka, adalah kelompok yang memiliki daya tanggap terhadap perubahan dan pembaruan.
v Kelompok tertutup, adalah kelompok yang kolot atau mapan dengan mempertahankan tradisinya.
v Kelompok referensi, adalah kelompok yang selalu mencari umpan balik tentang anggota kelompoknya.
Dalam dunia pendidikan pengelompokan berdasarkan kelompok general dan spesifik. Dan pengelompokan dalam pendidikan harus bersifat formal/nonformal, terbuka, dan referensi. Hal ini dikarenakan:
Kehidupan itu komplek.
Kehidupan itu memiliki brebagai sektor kehidupan.
setiap individu memiliki kemampuan, minat, dan bakat yang dapat dikelompokkan guna menunjang efektifitas pendidikan.
setiap individu memiliki tingkat kemampuan intelektual, dan kognitif yang dapat dikelompokkan terutama bidang pengetahuan umum sehingga proses pendidikan dapat lebih efisien.
Keterampilan bersifat spesifik dan terpisah, sehingga akan terbentuk kelompok elit sesuai dengan dejis keterampilannya.
program pendidikan sangat terbatas kemampuannya untuk melayani setiap kebutuhan individu.

Pengelompokan Anak Didik untuk Keperluan Penyelenggaraan Pembelajaran
Ada pertimbangan dalam pengelompokan anak didik untuk keperluan penyelenggaraan pengajaran berdasarkan teori perbedaan perilaku individu yang dikembangkan oleh Spearman, Guilford, dan Thurnstone. Individu dikelompokkan berdasarkan:
Kesebayaan usia. Tujuannya untuk menghindari konflik terhadap perbedaan pertumbuhan psikomotorik, psikologis, dan kognitif.
Kesamaan ilmu dasar yang diminati, untuk menghindari konflik antardisiplin ilmu yang diminati oleh individu.
Kesamaan keterampilan praktis, untuk mengarahkan pada keterampilan yang diinginkan.
Kesamaan keterampilan psikomotorik, untuk individu yang lebih mengandalkan keterampilan gerak dan reflek tubuh.
Kesamaan profesi, sehingga akan memperkuat individu dalam mendalami profesi yang dipilihnya.
Kesamaan cacat fisik, (baik cacat mental, maupun cacat fisik) untuk memberi peluang agar mereka tidak terhambat dalam memperoleh pendidikan.

Analisis Kekurangan dan Keuntungan Penyelenggaraan Pendidikan yang Segregatif, dan integratif.
Pendidikan segregatif atau terpisah-pisah atau terbagi-bagi merupakan sistem pendidikan yang menciptakan kompetensi dan unggulan-unggulan yang memberi keleluasaan kepada individu untuk bersaing, memilih, atau melakukan upaya pencapaian prestasi sesuai dengan kemampuan, minat, bakat, dan kondisi fisik masing-masing.
Pendidikan segregatif bersifat inklusif, menguntungkan peserta didik yang memiliki bakat serta keunggulan (gifted and talented), termasuk anak yang memiliki ketunaan tau cacat, dan yang mengalami kesulitan belajar.
Pendidikan integratif atau penyatuan dengan tujuan kebersamaan dalam kerja sama. Pendidikan integratif memiliki landasan heterogenitas dan hak asasi.
Berikut ini keuntungan dan kelemahan pendidikan sistem segregatif dan integratif.
Pendidikan Segregatif
No
Keuntungan
Kelemahan
1
Bebas bersaing
Egoistik, menumbuhkan kesenjangan kualitas pendidikan.
2
Efektif dan efisien untuk kepentingan individu
Menumbuhkan disintegrasi
3
Tidak terikat
Mahal dan butuh fasilitas banyak
4
Spesifik dan spesialis
Memperlemah persatuan nasional
5
Potensial untuk pengembangan otonomi
Sulit dikontrol karena heterogen
6
Pembelajaran lebih aktif


Pendidikan Integratif
No
Keuntungan
Kelemahan
1
Terhindar dari kesenjangan
Persaingan sangat kecil
2
Kerjasama dalam menghadapi persaingan global
Kurang efektif bagi kepentingan individu
3
Murah dan hemat penggunaan fasilitas
Terikat sehingga menghambat perkembangan individu
4
Mudah dikontrol karena homogen
Merugikan individu yang produktif
5
Mutu pendidikan homogen
Pembelajaran monoton
6
Menghargai hak asasi manusia
Bersifat sentralisasi , sulit berkembang
7
Memperkuat persatuan nasional
--
8
Sangat menguntungkan bagi siswa yang memiliki kekurangan
--


PENUTUP
Kesimpulan:
Pendidikan yang tepat adalah pendidikan yang menyadari perbedaan individu baik segi biologis, kognitif, maupun psikoanalitik dalam proses pendidikan atau pembelajarannya.
Pendidikan harus menyadari perbedaan perilaku sosial sehingga akan lebih sangkil mangkus dalam penanganan konflik yang dihadapi individu.
Pengelompokan individu dalam pendidikan berarti menghargai perbedaan dalam persamaan. Sehingga proses pendidikan dapat memberi keleluasaan pada setiap individu untuk berkembang sesuai kemampuannya tanpa mengikis rasa persatuan dan kerjasama.
Pemerolehan kesempatan pendidikan adalah hak asasi manusia sesuai dengan fitrahnya dalam mengembangkan potensi sebagai mahluk individu, berpikir, berbudaya, religius, dan mahluk sosial.

Rekomendasi
Kesadaran akan perbedaan individu sangat bermanfaat untuk dipelajari oleh para pendidik, dan atau para ahli yang terkait dengan dunia pendidikan, khususnya bagi para pengambil keputusan.
Kesadaran akan perbedaan individu harus dijadikan sebagai salah satu landasan utama dalam proses pendidkan baik pendidkan formal, nonformal, maupun informal.

Buat: Hobie dan Hadea

Makalah SIstem Informasi Manajemen


ABSTRAKSI
JARINGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN
DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
oleh: U. Nurochmat

Peranan Sistem Informasi Manajemen (SIM) dalam sebuah organisasi sebenarnya sudah lama disadari oleh para manajer. Namun muncul ke permukaan sebagai kajian ilmiah baru dipandang serius pada organisasi modern. Organisasi modern yang tentunya memiliki arus komunikasi sebagai saluran informasi telah menempatkan SIM sebagai salah satu subunsur dalam fungsi manajemen yang turut memberi corak dan akselerasi terhadap efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan. Modernisasi organisasi sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga sangat berpengaruh terhadap dunia pendidikan sebagai salah satu lembaga/organisasi.
Kesadaran akan pentingnya SIM dalam dunia pendidikan tentu akan lebih difokuskan pada proses pembelajaran sebagai sentral kegiatannya. Sistem jaringan informasi tentang unit-unit organisasi pendidikan sebagai stakeholder baik fungsi, kapasitas, kuantitas, maupun kualitasnya akan berpengaruh positif terhadap kegiatan proses pembelajaran. Daya dukung layanan pendidikan mutlak jadi sebuah kebutuhan bagi para pelaku proses pembelajaran yaitu siswa, guru, kepala sekolah dan orang tua siswa.

Kata kunci: Sistem Informasi Manajemen, proses pembelajaran, unit-unit organisasi pendidikan, layanan pendidikan


BAB I
KAJIAN PEMIKIRAN
Menggeliatnya dinamika dunia pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini telah membuka mata semua pihak bahwa pendidikan sebagai pusat pengentasan aset bangsa sudah seharusnya diperhatikan secara serius. Bahkan adanya kebijakan pemerintah dengan otomisasi daerah membuat lembaga-lembaga pendidikan bahu-membahu melakukan inovasi dan akselerasi programnya sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan maksimal masing-masing untuk mengejar ketertinggalan pembangunan bangsa khususnya mempersiapkan generasi muda dalam era globalisasi.
Kenyataan ini tidak terlepas dari kian pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Planet bumi yang terpisah oleh letak geografis tidak lagi jadi penghambat dalam pergaulan internasional. Sistem komunikasi informasi telah memainkan perannya. Tidak ada sejengkal tanah atau wilayah yang terpencil sekalipun terlepas dari rangkuman jaringan informasi. Di manapun kita berada, hanya dengan sebuah telepon selular, kita dapat merambah dunia. Lalu bagaimana jadinya jika program pendidikan dilaksanakan dengan sistem yang tidak berakar dari kenyataan ini? Outcome hanya jadi penonton, atau paling hebat hanya jadi konsumen sebuah kemajuan. Jelas ini jangan sampai terjadi.
Sekolah modern sudah selayaknya membuat perubahan radikal yang berani tampil sebagai pelopor menuju sistem sekolah unggulan. Dan perubahan itu secara bertahap dan sistematik harus menggunakan prosedur yang sangkil mangkus terhadap sasaran yang telah ditetapkan. jangan sampai rencana yang telah disusun hanya sekadar program yang tidak selaras dengan kondisi pelaksanaan. Hal seperti ini jelas bukan sesuatu yang mustahil karena banyak program yang tidak dilandasi data, fakta atau informasi di lapangan. Atau dengan kata lain program dibuat seratus persen hanya berdasarkan intuisi belaka.
Untuk mengantisipasi hal seperti itu, biasanya sekolah-sekolah yang tengah mempersiapkan diri sebagai sekolah unggulan akan menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) secara sistematik dan terpadu, sehingga nantinya diharapkan akan mengubah sekolah tersebut menjadi sekolah yang memiliki karakteristik sesuai dengan Standar Nasional pendidikan (SNP). Sekolah yang sudah memenuhi kriteria disebut Sekolah Standar nasional (SSN).
Dalam penyusunan RPS harus menerapkan prinsip-prinsip pencapaian prestasi siswa, membawa perubahan yang lebih baik, terarah, terpadu, menyeluruh, tanggap terhadap perubahan, berdasarkan kebutuhan (demand driven) partisipasi, keterwakilan, transparansi, data driven, realistik sesuai dengan hasil analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat), Dan berdasarkan hasil review dan evaluasi. Seperti yang telah diutarakan di atas, bahwa harus ada konsistensi antara perencanaan dengan pelaksanaan. Perencanaan yang baik akan memberi kontribusi keberhasilan maksimal terhadap implementasinya. Seperti yang digambarkan dalam bagan berikut ini.

Desain RPS
Evaluasi RPS
Implementasi RPS
Desain RPS
Evaluasi RPS
Implementasi RPS


Kualitas RPS Kepatuhan implementasi Kesesuaian hasil
Gambar 1

Oleh karena itu sekolah harus mempertimbangkan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi seperti kondisi strategis lingkungan, kondisi sekolah, dan harapan masa depan. Alur berpikirnya akan digambarkan pada chart berikut.


ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS

Rencana Strategis (5 tahun)
Rencana Operasional (1 tahun)
Monitoring dan Evaluasi
Pelaksanaan Program

Kondisi sekolah
Saat ini
Kondisi sekolah
Yang diharapkan










Gambar 2

Berdasarkan jalur analisis pada gambar 2 di atas, tampaknya kehadiran sistem informasi sangat dominan. Dikatakan demikian, untuk mencapai kondisi sekolah yang diharapkan, harus mengetahui dulu informasi tentang kondisi sekolah saat ini yang sebenarnya. Dengan demikian para konseptor akan menjabarkannya dalam rencana strategis dan dilanjutkan dengan rencana operasional. Oleh karena itu informasi tentang kondisi sekolah saat ini harus aktual, up to date, objektif, valid, reliabel, konsisten, akuntabel, terkait, dan berfungsi. Apabila hal ini sudah terpenuhi, maka implementasi pelaksanaan program akan lebih terarah sesuai dengan rencana.



Yang dimaksud dengan pelaksanaan program tentu saja tanggung jawab kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan di tingkat sekolah. Dan pelaksananya jelas para guru yang langsung melaksanakannya di lapangan. Ini mengindikasikan bahwa keberhasilan program yang disusun bergantung pada produktivitas kerja guru dalam proses pembelajaran. Sebaliknya konsistensi keberhasilan bergantung pada akurasi informasi yang telah digariskan dalam program sekolah. Jadi dalam hal ini ada hubungan positif antara jaringan sistem informasi manajemen pendidikan dengan proses pembelajaran.**)
















BAB II
PEMBAHASAN
Ada pertanyaan, “Faktor apa saja yang harus dianalisis sehingga diperoleh informasi yang berfungsi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan program pendidikan di sekolah?” tentu saja untuk menjawab pertanyaan ini sangat bergantung pada ketelitian para desain pendidikan di sekolah tersebut. Di depan telah dikemukakan bahwa faktor-faktor terkait patut dianalisis guna memperoleh informasi sebagai bahan pertimbangan. Dan berikut ini faktor-faktor yang dimaksud.
A. Faktor Prestasi Sekolah dan Lulusan
Tujuan utama dari proses pendidikan di sekolah adalah mencapai prestasi sekolah yang tergambar dari ketercapaian standar kompetensi lulusan (SKL) oleh siswa. Seluruh sumber daya dan fasilitas diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan. Maka program pendidikan baik jangka pendek maupun jangka panjang semestinya disusun dengan perencanaan yang matang. Untuk mempersiapkan program tersebut perlu adanya pertimbangan terhadap kondisi prestasi sekolah dan lulusan saat ini. Informasi yang akurat dapat diperoleh melalui pengamatan baik langsung maupun tidak langsung. Yang penting, setiap informasi disampaikan secara akurat dan objektif. Dengan memperoleh data, atau informasi tentang prestasi sekolah dan lulusan saat ini, sekolah dapat menyusun program pengembangan potensi sekolah menuju tercapainya standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP).
Berikut ini contoh format yang digunakan oleh sekolah-sekolah unggulan dalam rangka menjaring informasi tentang prestasi dan lulusan sekolah.
NO.
KOMPONEN
KONDISI
SAAT INI
KONDISI YANG
DIHARAPKAN (5 tahun ke depan)
KESEN-JANGAN
1
Kelulusan
Prestasi akademik lulusan belum memenuhi standar nasional (rata-rata SKM 50% dan UN 5.00)
Prestasi akademik lulusan memenuhi standar nasional (rata-rata SKM 80%, UN 8.00)
38%
2
Prestasi Sekolah
Prestasi non akademik masih belum maksimal (rata-rata mencapai kejuaraan tingkat kodya)
Prestasi non akademik sekolah tinggi (rata-rata mencapai kejuaraan tingkat nasional)
50%
Gambar 3
Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun sistem informasi yang benar-benar sesuai dengan manajemen suatu organisasi. (Edi Purwanto.2006). oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang cermat terhadap data atau fakta dengan menggunakan pola perhitungan yang akuntabel sebelum mengisikan informasi pada kolom-kolom format tersebut. Apabila pengisiannya hanya berdasarkan intuitif semata, maka informasi yang diperoleh cenderung akan menambah kerumitan sistem, biaya tinggi, bahkan gagal. Dengan demikian sistem dipandang tidak efektif.

B. Faktor Kurikulum
Kurikulum sampai saat ini masih dipandang sebagai faktor yang paling menentukan tercapainya tujuan. Pandangan seperti ini jelas kurang tepat karena dinamika proses pendidikan terwujud dari koneksitas berbagai aspek yang saling menunjang dan mempengaruhi. Dengan kata lain tidak ada satu unsur pun dianggap lebih penting dibandingkan dengan unsur yang lain.
Pendekatan pengembangan kurikulum dapat menggunakan pendekatan sentralistik dan atau desentralistik. Kedua pendekatan ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihan pendekatan sentralistik adalah mudahnya dicapai konsensus, sangat baik dalam memelihara budaya nasional, sangat membantu dalam perluasan kesempatan belajar, dan mudah dalam mengadakan inovasi. Adapun diantara kekurangannya adalah kurang mampu beradaptasi dengan kebutuhan lokal (daerah). Keuntungan pendekatan desentralistik mudah diadaptasi dengan kebutuhan dan situasi sosial-budaya lokal; namun memiliki kelemahan, yaitu terutama kesulitan untuk mencapai konsensus dari berbagai keragaman kebutuhan daerah.
Kurikulum yang ada sekarang dikembangkan lebih dekat dengan pengelolaan atau pendekatan desentralistik. Hal ini merupakan implikasi dari keseluruhan pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia yang didasarkan pada berbagai perundangan yang telah ditetapkan, antara lain UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bab III Pembagian Urusan Pemerintahan Pasal 14 Ayat 1 yang menegaskan bahwa Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah/Kota antara lain pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan. Tuntutan utama dari pendekatan desentralistik adalah tuntutan kemampuan setiap pengembang kurikulum yang harus menyebar dari tingkat pusat, daerah, sampai pada tingkat satuan pendidikan di sekolah. Kemampuan pengembangan kurikulum pada setiap tingkatan bukan mengikuti jenjang birokrasi tetapi merata dan tidak memiliki perbedaan yang jauh antara pengembang kurikulum tingkat pusat, daerah maupun pada unit satuan pendidikan karena mereka memiliki fungsi masing-masing dalam skenario besar secara nasional. Kesenjangan yang selama ini terjadi sebagai akibat dari kurangnya pemahaman implementasi kurikulum pada tingkat daerah dan satuan pendidikan sehingga pada saat daerah diberi wewenang untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi lingkungan dan sumber daya pendidikan di masing-masing daerah, tim pengembangan kurikulum daerah cenderung menanti petunjuk pelaksanaan dari pusat.
Berdasarkan gambaran di atas maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan desentralisasi kurikulum sangat membutuhkan Pengembang Kurikulum di tingkat daerah dan tidak hanya dalam bentuk organisasi tetapi para anggotanya memiliki standar kualifikasi yang memadai layaknya sebagai pengembang kurikulum. Untuk itu dibentuklah Jaringan Kurikulum sebagai suatu wadah yang dapat menjembatani kesenjangan antara pusat dan daerah.
Pentingnya kedududukan Jaringan Kurikulum di daerah semakin mendesak terkait dengan fungsi strategisnya. Berdasarkan kajian dari Pusat Kurikulum dapat diidentifikasi bahwa Jaringan Kurikulum memiliki dua fungsi; (1) Sebagai tim pengembang Program Muatan Lokal, (2) Memberi bantuan teknis baik kepada lembaga pendidikan maupun perorangan dalam rangka pengembangan, implementasi, pemantauan dan evaluasi kurikulum di daerah. Demikianlah pentingnya kedudukan Jaringan Kurikulum di daerah dapat disepadankan sebagai motor penggerak dalam pengembangan, implementasi, pemantauan dan evaluasi kurikulum yang berjalan di daerah.
Sementara itu, berdasar fakta empiris, Sekolah dan Komite Sekolah belum semuanya memiliki sumber daya manusia yang memadai, sehingga belum semua Sekolah dan Komite Sekolah mampu menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Silabusnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam masa transisi, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas memandang Sekolah dan Komite Sekolah perlu dibekali informasi tentang penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan pengembangan Silabusnya.
Mengingat bahwa jumlah Sekolah di Indonesia sangat banyak, maka Pusat Kurikulum mengalami kesulitan memberikan bimbingan dan bantuan teknis kepada semua Sekolah/Madrasah di Indonesia dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu, Pusat Kurikulum memandang perlu memberdayakan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) yang pernah dibentuk di setiap Dinas Pendidikan Provinsi (ketika itu Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) dalam Jaringan Kurikulum, dan membentuk Tim Pengembang Kurikulum di tingkat Kabupaten/Kota.
Tujuan penyusunan Model Jaringan Kurikulum adalah untuk membantu daerah dalam memberdayakan atau membentuk Jaringan Kurikulum yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing.
Secara khusus tujuannya adalah untuk membantu Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan agar dapat:
1. Menyiapkan tenaga dalam bidang pengembangan kurikulum.
2. Menyusun struktur organisasi.
3. Menyusun fungsi dan tugas personil Jaringan Kurikulum.
4. Mengusulkan penerbitan SK untuk Jaringan Kurikulum beserta personilnya.
5. Menyusun rancangan kegiatan dan pendanaannya.



C. Faktor Proses Pembelajaran
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mengimplementasikan kurikulum yang telah disusunnya berdasarkan informasi kondisi sekolah dalam bentuk kegiatan belajar mengajar.
Seperti yang tersurat dalam judul, bahwa sistem informasi pendidikan sebagai layanan pendidikan akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Guna memaksimalkan kegiatan pembelajaran, maka selayaknya sekolah menganalisis kondisi proses pembelajaran saat ini, apakah sudah memenuhi syarat atau belum. Jika memenuhi syarat, langkah selanjutnya adalah meningkatkan kinerja agar lebih produktif dan terus berusaha mempertahankan motivasi para tenaga pengajar. Namun jika kurang maksimal, maka lakukanlah tindakan kuratif agar konferhensif dengan kurikulum yang telah dicanangkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan mengacu pada visi dan misi.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Peserta didik memperoleh pelayanan yang bermutu dan memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan.
2. Menegakkan lima pilar belajar: Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, afektif, dan menyenangkan.
3. Memperoleh pelayanan untuk perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi dan tahap perkembangan, dan kondisi perkembangannya dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi yang berdimensi ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
4. Hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarso sung tulodo.
5. Menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dengan prinsip “alam takambang jadi guru”.
6. Mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya, serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
Dengan memperhatikan ketujuh prinsip di atas, semestinya proses pembelajaran akan optimal dalam upaya mengantarkan output mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Namun kembali pertanyaan akan muncul,”Apakah informasi yang dijadikan landasan pengembangan sekolah tersebut sudah kredibel, dan apakah layanan pendidikannya sudah maksimal?”


D. Faktor Sarana dan Prasarana
Dari sekian faktor yang dianalisis, bisa jadi implementasi program pengadaan sarana dan prasarana merupakan sektor yang paling besar menyerap dana. Namun (lagi-lagi tidak bermaksud memihak), ketersediaan sarana dan prasarana memberikan daya dukung yang besar terhadap peluang tercapainya kondisi yang diharapkan. Penyediaan fasilitas sekolah harus diselaraskan dengan tuntutan kurikulum (standar isi). Memang ada kondisi yang justru terbalik pada sebuah lembaga sekolah. Yakni di sekolah tersebut terdapat sarana dan prasarana yang memadai, bahkan berteknologi tinggi. Namun sekolah tersebut belum memiliki tenaga yang mumpuni di bidang IT. Akibatnya perangkat yang ada hanya jadi hiasan lemari penyimpanan menunggu ketinggalan jaman.
Untuk menghindari kondisi seperti itu, penyediaan sarana dan prasarana harus dianalisis dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya manusia yang mumpuni atau siap ditraining untuk pemanfaatannya.

E. Faktor Sumber Daya Manusia (Tenaga Pendidik dan Kependidikan)
Dalam rangka mengoptimalkan pencapaian target, selain hal-hal yang tersebut di atas, pengembangan sumber daya manusia (SDM) juga perlu dilakukan. Yang dimaksud dengan sumber daya manusia di sekolah adalah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Persyaratan utama yang terkait dengan SDM adalah tenaga pendidik/guru/kepala sekolah dan tenaga kependidikan/karyawan yang memenuhi kebutuhan tuntutan kurikulum. Indikatornya adalah guru yang memiliki kompetensi dan kualifikasi mengajar dan mengelola sekolah. Kompetensi meliputi kompetensi profesional, personal, paedagogik, dan sosial (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Sedangkan indikator tenaga kependidikan mencakup kompetensi dan kualifikasi dalam mengembangkan berbagai strategi yang mengarah pada efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Sebelum program pengembangan ini diaplikasikan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), maka perlu adanya penelusuran/analisis terhadap kondisi real saat ini. Apakah SDM yang ada memiliki potensi, atau hambatan, atau lingkungan yang terkait dengan SDM memiliki tantangan atau peluang, perlu didata sebagai informasi yang perlu dipertimbangkan. Adapun harapan ke depan terhadap SDM ini adalah sertifikasi setiap personal sebagai pengakuan secara legalitas terhadap profesionalisme SDM.

F. Faktor Sumber Dana
Sumber dana di beberapa daerah memang masih menjadi kendala bagi program peningkatan mutu pendidikan di sekolah-sekolah. Sementara di daerah tertentu sumber dana tidak terlalu jadi beban karena didukung oleh pendapatan daerah yang memadai sehingga sanggup memenuhi ketentuan perundang-undangan yaitu 20 persen dari APBD.
Sebagai sebuah organisasi, sekolah tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam pelaksanaan program pengembangannya. Karena itu, sekolah harus memiliki sistem pengelolaan keuangan yang transparan, kredibel, akuntabel. Sehingga sumber dana dapat dimanfaatkan pada sasaran secara efektif dan efisien.
Di sisi lain sistem pengelolaan keuangan saat ini perlu diakuisisi apakah memiliki daya dukung yang positif atau malah menghambat. Penulis mengatakan hal ini, karena banyak institusi sekolah yang karena kehati-hatiannya berakibat kurang kondusif terhadap penyelenggaraan proses percepatan program. Banyak proyek yang telah diprogramkan menghadapi hambatan bahkan jalan buntu karena terbentur birokrasi yang berbelit-belit. Sementara ada proyek yang semula dianggap tidak urgen malah jadi program yang progresif karena ada “sesuatu” yang memberi peluang untuk menghasilkan keuntungan pribadi oknum tertentu.
Sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang, biaya pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah tanpa menutup kemungkinan ada sumber dana lain yang sah. Karenanya deskripsi kebutuhan peserta didik dalam kaitannya dengan operasional proses pembelajaran harus diutamakan. Sedangkan di sekolah swasta, persoalan akan lebih pelik lagi mengingat sumber dana cenderung berasal dari siswa sebagai subjek didik. Sekolah tentu akan menuangkan informasi pendapatan dan peruntukan dana ini dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Di sini peranan sistem informasi manajemen keuangan turut berpengaruh positif terhadap kinerja guru dalam proses pembelajaran.

G. Faktor Manajemen Sekolah
Saat ini sekolah yang baik menerapkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Indikasinya, bidang-bidang manajemen di sekolah tersebut dilakukan secara profesional, transparan, mandiri, dan akuntabel. Seperti manajemen kesiswaan, fasilitas, perpustakaan, penilaian, SDM, dan lain-lain.
Bahkan dalam manajemen umum ada bidang khusus yang melakukan analisis terhadap sistem informasi manajemen secara permanen karena pada dasarnya sebuah sistem tidak berlaku pasif dan statis. Manajemen harus selaras dengan perkembangan jaman yang dipengaruhi oleh berbagai unsur. Dan hal ini sebaiknya juga ada di setiap lembaga pendidikan tingkat sekolah. Dengan kehadiran unit ini diharapkan sekolah dapat terus memperbaiki dan menyempurnakan program dan kinerjanya.
Manajemen yang diterapkan di sekolah harus berorientasi pada visi dan misi. Dengan demikian setiap pelaku organisasi baik yang bergerak di unit lini maupun unit staf harus memahami arah mana yang harus ditempuh, dan tindakan mana yang harus dilakukan untuk mencapai visi. Berikut ini gambaran manajemen strategik sebagai jalur analisis sebuah manajemen.
Mengiden-tifikasi misi organisasi
Kekuatan internal
Kekuatan dan kelemahan organisasi
Peluang dan ancaman lingkungan
Kekuatan eksternal
Positi-oning
Menentukan visi, misi dan tujuan
Melaksa-nakan strategi
Memfor-mulasi strategi dan action plan












Gambar 4
Berdasarkan bagan di atas, pelaksanaan strategis harus memperhatikan hasil analisis SWOT. Program harus realistis, logis, dinamis, dan operasional. Sehingga ada “benang merah” antara tujuan yang telah digariskan dengan pelaksanaan strategis.

H. Faktor Kepemimpinan Pendidikan
Untuk melaksanakan MBS dengan baik dalam upaya pencapaian program-program yang telah dicanangkan oleh sekolah, mutlak diperlukan kepala sekolah yang memiliki jiwa kepemimpinan (leadership) yang tangguh. Sudah dapat diramalkan bahwa menganalisis kebermaknaan seorang kepala sekolah memang akan menghadapi kendala, khususnya dalam hal objektivitas. Bagaimanapun menilai seorang individu, apalagi jika yang menganalisis adalah bawahan dalam forum terbuka, besar kemungkinan rasa riskan akan memengaruhi mutu informasi. Belum lagi dikaitkan dengan jenis penilaiannya yang bersifat kualitatif. Maka dari itu ada baiknya jika analisis terhadap kinerja kepala sekolah dilakukan oleh pihak independen/pihak luar dengan melibatkan unsur-unsur yang terpelihara kerahasiaan identitasnya.
Memang ada beberapa ciri yang dapat dijadikan acuan untuk menilai kepemimpinan pendidikan yaitu kemampuan untuk mempengaruhi, memberdayakan, memobilisasi, membimbing, membentuk kultur, memberi teladan, menjaga integritas, berani mengambil risiko, melakukan inovasi, dan eksperimen, memotivasi, menghargai martabat kemanusiaan, menghargai orang lain atas kontribusinya, bertindak responsif dan proaktif, memahami pengembangan dirinya, menerapkan organisasi belajar, meresolusi konflik, dan menghargai kebhinekaan.
Hasil analisis terhadap kepemimpinan pendidikan yang dilakukan oleh kepala sekolah ini agaknya belum dapat diimplementasikan dalam bentuk program ataupun antisipasi dan pengembangan karena menyangkut individu yang notabene seorang manajer di institusi tersebut. Terkecuali memang ada program yang dilakukan oleh pihak yang berwenang yang membawahi dan secara struktural menangani sekolah-sekolah (baca: Dinas Pendidikan) yang melakukan perekrutan kepala sekolah berdasarkan kompetensi dan kualifikasi calon kepala sekolah. Selama sistemnya masih stagnan, dunia pendidikan akan sulit melakukan restrukturisasi yang terkait dengan kepemimpinan.

I. Faktor Sistem Penilaian
Sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentan Standar Nasional Pendidikan (SNP) mencantumkan standar penilaian pendidikan, tentunya para ahli pikir pendidikan terlebih dahulu melakukan analisis terhadap data-data kontekstual yang terkait dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian prestasi belajar secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemampuan, dan kemajuan hasil belajar peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi, bahan laporan kemajuan hasil belajar, memperbaiki proses pembelajaran, dan menentukan kelulusan siswa. Penilaian dapat dilakukan melalui pengamatan, perkembangan afeksi, ulangan, portofolio, penugasan, produk, dan atau ekspresi motorik.
Begitu pentingnya sistem penilaian ini bagi sebuah sistem, sehingga hasilnya dapat dijadikan landasan untuk program berikutnya ke depan, dan sebagai dasar menentukan keputusan yang menyangkut nasib seorang siswa lulus atau tidak dari pendidikan. Karena begitu pentingnya, maka analisis terhadap faktor sistem penilaian ini seharusnya tidak dilakukan secara gegabah.
Menganalisis sistem penilaian harus menyeluruh, dengan memperhatikan validitas, dan reliabilitas penilaian. Misalnya dengan memperhatikan alat penilaiannya, jenisnya, bahkan sampai pada bentuk soalnya sebagai alat ukur apakah sesuai dengan syarat-syarat pembuatan soal? Relevankah bila dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai? Karena hal-hal seperti inilah maka dalam evaluasi pendidikan diharuskan melakukan analisis soal guna memperbaiki atau merevisi program, proses, atau alat penilaian yang digunakan. Selanjutnya informasi tentang alat ukur ini akan menjadi lebih valid, reliabel, dan relevan.**)














BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Sistem Informasi manajemen sebagai layanan pendidikan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah.
2. Proses pembelajaran merupakan implementasi dari program yang dicanangkan berdasarkan informasi kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan oleh sebuah lembaga pendidikan.
3. Unit-unit organisasi dalam lembaga pendidikan saling terkait dan membentuk suatu jaringan yang saling mempengaruhi.
4. Sistem Informasi Manajemen pendidikan sebagai layanan manajemen Pendidikan memegang peranan penting dalam pendidikan modern yang berwawasan ke depan.
B. Rekomendasi
1. Sekolah yang menyadari akan arti penting sistem informasi manajemen sebaiknya membentuk unit yang mengelola informasi unsur-unsur manajemen pendidikan.
2. Rencana Pengambangan Sekolah (RPS) disusun seharusnya didasari oleh hasil SWOT terhadap kondisi lingkungan baik internal maupun eksternal saat ini (kondisi real).
3. Hasil evaluasi seyogyanya dapat digunakan untuk merevisi program, kinerja/proses, dan alat evaluasi itu sendiri, karena itu alat evaluasi harus valid, reliabel, dan relevan.**)
Jakarta, 6 Juni 2007



DAFTAR PUSTAKA

1. Purwono, Edi. 2006. Sistem Informasi Manajemen. Kebijakan dan Prosedur Penyelenggaraan. Yogyakarta: Andi.
2. Long, Larry. 2004. Management Information Systems. (Diktat tanpa penerbit)
3. Hussain, K.M., Management Information Systems For Higher Education.(Terjemahan). New Mexico. USA: OECD
4. Pendidikan Nasional, Departemen. 2007. Panduan Pembinaan Sekolah Standar Nasional (SSN). Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
5. Atmodiwirio, Soebagio. 2000. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Ardadizya jaya.

PUISI

KAMI TAK PERLU BERTANYA LAGI
U. Nuruochmat

Kami tak perlu kaget lagi
Ketika empat lelaki
Mengusung serpihan daging orang mati
Korban ledakan bom peradaban keji.

Kami tak perlu menangis lagi
Bila sore nanti iring-iringan peti jenazah
Menuju kuburan di ujung kota
Melintasi hati yang kian sepi

Kami hanya bisa menyapa
Lewat kaca-kaca buram
Atau jendela
Pada anak-anak remaja
Yang membawa batu, katapel, atau senjata

Dan sorot mata yang lelah
Tetap membalas
Dengan seruan nama Tuhan
“Semoga kau besok lewat kembali, Nak!”

Karena entah berapa entah
Remaja-remaja itu
Beberapa hari yang lalu
Beberapa minggu yang lalu
Bulan
Tahun
Puluhan tahun
Pulang diusung teman-teman yang masih bertahan
Berselimut bendera kebangsaan
Dengan wajah tenang

Kami tak perlu menghitung lagi
Beberapa generasi kami yang sahid
Suami, anak, keponakan, kakak,
Adik, mertua, istri, cucu, tetangga
Dan entah berapa entah
Kami harus terus menyaksi
Barisan batu nisan di hari-hari nanti

Kami tak perlu bertanya lagi.



September 2007

31 U. Nurochmat

BAYANGAN KASIH

Ketika malam tiba ….
Aku duduk seorang diri
Bersama bayangmu kasihku
Yang kini tiada lagi …
Dan takkan kembali

Biarkan smua kisah
Yang pernah kau goreskan
Dalam sejarah hidupku ini
Kan kusimpan di dalam hati
Sebagai kenangan…

Tuhanku …
Maafkanlah segala dosa
Dan kesalahannya
Tuhanku …
Berikanlah ketabahan dalam hatiku

Catatan: Khusus kepada siswa kelas IX yang akan mengunduh puisi ini, harap musikalisasinya jangan sama dengan yang ditayangkan. Kalian ubah lagi dengan gaya dan seleramu.