Selamat Datang

Kamis, 03 Juni 2010

MENAPAK JEJAKMU

oleh: U. Nurochmat

Ibu
Kali ini aku menulis puisi
Untukmu
Bukan untuk dinilai, kau bukan juri
Karena itu, Ibu
Aku mohon Ibu tidak melihat puisi ini bagus atau tidak
Tetapi lihatlah indah apa tidaknya

Ibu puisi ini hanya untuk mengisi acara
Saat Ibu melepas jubah kepala sekolah.
Di saat seperti ini, seharusnya aku sedih … tapi tidak!
Karena langkahmu bukan terusir
Dari pergaulan sosial yang multitafsir
Karena langkahmu bukan kalah
Menghadapi tantangan jaman yang penuh masalah

Ibu puisi ini hanya untuk mengisi acara
Saat Ibu meninggalkan ruang satu
Di saat seperti itu seharusnya aku sedih … tapi tidak!
Karena sepeninggalmu, ruang itu tetap satu
Dan penghuninya tetap nomor satu
Ruang itu akan setia mencatat satu demi satu kiprah Ibu di SMP Satu

Ibu, aku masih ingat kala hati merana
Ibu undang aku satu meja
Ibu usap gundahku dengan bijaksana
Ibu tuntun galau hatiku penuh kasih dan makna
Aku yakin juga pada yang lain

Ibu sambut bila aku manja
Ibu rengkuh bila aku rapuh
Ibu gapai bila aku capai
Ibu tersenyum bila aku melamun
Ibu bahagia saat aku ceria
Dan Ibu bangga bila aku berjaya

Namun
Ibu tidak marah bila aku nakal
Ibu hanya menunjukkan ke mana arah yang kekal
Ibu tidak melawan bila aku marah
Ibu hanya menasehati tentang hidup yang tabah
Ibu tidak mentang-mentang bila aku terlambat datang
Ibu tidak meradang bila aku tidak datang
Ibu hanya sirami kami dengan kesabaran yang matang

Ibu, maaf, aku tidak ingin memuji-mujimu
Karena segala puji untuk Yang Maha Terpuji
Aku juga tidak akan memuja
Karena segala puja bagi Rosul kita
Lagi pun walau tak dibesar-besarkan, Ibu sudah cukup besar
Karena itu aku tak akan menyebut-nyebut jasamu
Tabu bagiku!!!
Apa lagi di tempat umum seperti ini
Aku takut mereka takjub padamu
Aku tak ingin menyebut kalau Ibulah yang meng-ISO-kan SMP satu
Aku tak ingin menyebut kalau Ibulah yang meng-RSBI-kan SMP satu
Aku tak ingin menyebut kalau Ibulah yang meng-IT-kan SMP satu
Dan seabrek prestasimu di SMP Negeri ini.
Tidak akan … biarlah aku sendiri yang tahu.

Ibu aku tulis kata-kata ini untukmu
Siapa tahu bisa dijadikan bekal di perjalananmu
Karena aku tahu perjalananmu kian mendaki
Dan entah berapa kapan kita bisa sesawah bersama lagi
Sekebun berladang merumputi gulma bangsa
Dan entah berapa masa lagi kita bisa bertukar wawas
Seperahu mengarung gelombang jaman
Entahlah …

Aku berdoa semoga di tempat baru
Engkau tetap jadi pembaharu
Dalam semangat yang menderu
Jadikan kinerja bagai rekreasi seru

Aku kan selalu meneladani semangatmu
Dalam berkiprah menggali potensi memacu prestasi
Aku kan selalu menapak urai jejakmu
Dalam berjuang mengentas mutu menatar tradisi

Tuhan
Aku bersaksi di hadapanmu
Bila Ruliah Lestari adalah sosok panutan
Penyuluh kami di kala lemah
Penyantun kami di kala resah
Penopang kami di kala rebah
Pendorong kami di kala lelah

Tuhan
Berikan umur panjang baginya
Agar bisa menyaksi SMP Satu kan terus bertaji
Mengejawantahkan harapannya
Melunaskan hasrat yang terjanji

Ibu
Kumasih ingat suara terompahmu
Saat Isya bersama, ya, di mesjid kebanggaan kita
Leleh keringatmu belum lagi kering
Suara sangar menikamkan fitnah di wajah
Tapi tak perlu berpaling bila langkahmu
Telah melewati ujian dan klarifikasi
Aku yakin fitrahmu takan pupus
Hanya dihujah seekor musang
Karena kau adalah singa betina
Yang tahu di mana kau berpijak
Dan untuk siapa kau bijak
Pada Tuhanlah tentu

Ibu kumenapak jejakmu.
Selamat karena kau tak salah memilih profesi
Kau berhasil mengukir prestasi
Dalam pengabdian yang penuh kreasi dan inovasi
Sejarah di sini, ya, di SMP 1 terus menyaksi
Bila orang nomor satu terus berotasi

Ibu kumenapak jejakmu.


Jakarta, 14 Februari 2010
Ujang Nurochmat

Tidak ada komentar: