Selamat Datang

Isi Blog

Jumat, 19 November 2010

PANTUN LOECOE

ada peti berat seton
tepinya digigit beruang
Niat hati ingin nonton
Tapi sayang ga punya uang

Telaga biru dari mamuju
Beli rantin dari tabungan
Laga-lagunya seperti borju
Ke kantin saja nyari tebengan

menuju biara niat kuliah
main layangan dekat ke hulu
Kalau bicara berlaga ilmiah
tiap ulangan diremed mulu

Buah menteng dibuat tape
dibuat lusa tinggal digerak
Kemana-mana menenteng hape
Padahal pulsa tinggal seperak

Sebutlah dua untuk kerani
Perahunya tinggalkan di petak
Rambut gaya dibuat poni
ternyata di dahinya ada pitak

(U.Nurochmat)

Minggu, 14 November 2010

SUDUT PANDANG PENGARANG
oleh: U. Nurochmat

Dalam dunia karang-mengarang prosa, sudut pandang pengarang (SPP) dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. SPP orang I
SPP orang I ditandai dengan menggunakan "aku" atau "saya" sebagai tokoh cerita.
SPP orang I dibedakan menjadi:

a. SPP orang I pelaku utama
Contoh:
Sore itu aku sedang menyapu halaman rumahku. Tiba-tiba aku dikagetkan suara benda jatuh. segera Aku menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!"aku menenangkan diri.
Rusni melongok dari jendela,"Aku juga kaget, Mbak."
"Kamu mendengar juga, Rus?"aku menoleh ke arah Rusni,"Padahal cuma ini,"kupungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

b. SPP orang I pelaku sampingan
Contoh:
Sore itu Pohaci sedang menyapu halaman rumahnya. Tiba-tiba dia dikagetkan suara benda jatuh. dia melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!"Pohaci menenangkan diri.
Aku melongok dari jendela,"Aku juga kaget, Mbak."
"Kamu mendengar juga, Rus?"Pohaci menoleh ke arah
ku,"Padahal cuma ini,"Pohaci memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

2. SPP Orang III
SPP orang III ditandai dengan menggunakan "dia/ia" atau nama pelaku sebagai tokoh cerita.
SPP orang III dibedakan menjadi:

a. SPP Orang III serbatahu
Dikatakan serbatahu itu maksudnya, pengarang menceritakan sedetil mungkin sampai ke masalah yang ada dalam pikiran si tokoh cerita.
Contoh:
Sore itu Pohaci sedang menyapu halaman rumahnya. Tiba-tiba dia dikagetkan suara benda jatuh. dia menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!"Pohaci menenangkan diri.
Rusni melongok dari jendela,"Aku juga kaget, Mbak."
"Kamu mendengar juga, Rus?"Pohaci menoleh ke arah Rusni,"Padahal cuma ini,"
Pohaci memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

a. SPP Orang III tidak serbatahu
Dikatakan "tidak serbatahu" itu maksudnya, pengarang tidak menceritakan sedetil mungkin sampai ke masalah yang ada dalam pikiran si tokoh cerita. Kesannya pengarang tidak mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan terjadi.
Contoh:
Sore itu seorang perempuan sedang menyapu halaman rumah. Tiba-tiba ada suara benda jatuh. Entah apa yang dia rasakan lalu dia menjauh sambil menoleh ke arah suara tersebut. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!"perempuan itu menenangkan diri.
Seorang perempuan lain melongok dari jendela,"Aku juga kaget, Mbak."
"Kamu mendengar juga, Rus?"perempuan tadi menoleh ke arah perempuan yang di jendela,"Padahal cuma ini,"perempuan itu memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

Begitulah anak-anak yang dimaksud sudut pandang pengarang. Bagaimana dengan cerpen yang kalian baca? Menggunakan sudut pandang apa? Untuk latihan, coba kalian baca dan analisis Sketsa yang saya muat dalam blog ini bulan September 2010 yang lalu. Tentukan sudut pandang pengarangnya!

Selamat mengerjakan!

Selasa, 28 September 2010

SKETSA

Peron stasiun masih lengang. Beberapa orang tertidur ada yang di atas bangku, ada yang dekat pintu kamar mandi bertatakan koran. Kereta yang tadi Bu Minah tumpangi sudah berlalu meninggalkan tiang-tiang listrik kesepian. Bu Minah sejenak termangu.
"Ayo, Bu, aku ngantuk!"Iwan menarik-narik lengan ibunya.
"Ih, kenapa sih?"Bu Minah kesal karena bajunya nyaris sobek,"Tar dulu, Ibu takut bapakmu belum bangun!"katanya memberitahu apa yang sedang dipikirkannya.
"Lapar, Bu!"anak berumur 7 tahun itu merengek lagi."
Kali ini Bu Minah tidak jengel atas keluhan anaknya itu karena dia menyadari sejak tadi berangkat anaknya baru diberi tahu dan telur asin.
Seorang lelaki yang tidur menyandar di tembok peron terbangun. Menguap, menggeliat! Lalu menoleh ke kiri kanan.
"Mau kemana, Bu?"tanyanya sambil memperbaiki jaketnya yang terangsur ke atas.
Bu Minah menoleh agak sedikit kaget. Hatinya mulai berdebar saat lelaki itu menghampirinya. Bu Minah mengedar pandang ke segala arah untuk memastikan ada orang lain yang bisa menolongnya bila terjadi apa-apa. Dia masih ingat nasehat Mbak Rusti bahwa di Jakarta banyak penjahat.
Matanya tidak menemukan orang yang terjaga, malah suara radio dari hape petugas di ruang loket pun sudah lama tidak terdengar lagi.
"Ke mana, Bu?"tanya lelaki itu setelah berdiri tidak jauh dari hadapan Bu Minah. Bau mulut menyeruak. Iwan merapat ke paha ibunya sambil memegangi ujung tangan ibunya.
"Anu, Mas, saya mau ke rumah suami saya di Tanah Abang,"Bu Minah gugup.
"Sama siapa? Ini anaknya? Itu bawa apa?"lelaki itu beruntun menanyakan.
"Iya ini anak saya, dan ini pakaian kami,"Bu Minah menarik tas pakaiannya yang ritsletingnya sudah dicantum dengan peniti sehingga beberapa potong pakaiannya tampak mengintip ke luar.
Lelaki itu berlalu,"Naik bajaj aja tuh!"katanya sambil menunjukkannya dengan mulutnya.
Aku yang sejak kereta berhenti memperhatikan setiap penumpang yang turun segera memberi isyarat dan lelaki itu mengerti isyaratku dan berbelok arah langkahnya menjadi ke arahku yang duduk di kios rokok yang tutup.
"Kere, bos!"kata lelaki itu.
"Makanya jangan molor melulu! tadi ada yang borju, lo malah ngorok!"
"Iya, sori, Bos!"katanya dan kusambut dengan hembusan asap rokokku ke mukanya.

oleh: U. Nurochmat

Anak-anak kelas IX, tolong dicopas sketsa ini, dan analisislah unsur intrinsiknya!

Senin, 30 Agustus 2010

RINDU BERLABUH DI MAKASSAR

oleh: U. Nurochmat

Ada secoret rindu mengisah pada sejarah
meringkih nuansa jingga
melumur rapuh seluput biru
pada mega yang bermunazat pasrah

O, kuntum yang masih mengharum
gelisahku melebam penantian
tertatih-tatih mengeja kasih sayang
yang kuselami pada setiap ceruk darahmu.

Sore pun duduk di pantai Losari
Anak-anak berlarian meraih mimpi
Nyambi ngunyah pisang pepe sisa tadi
Kuturuti hangat bekas dudukmu di sampingku
bahkan kau tega sisakan senyum
pada semburat lembayung.

O, kuntum yang masih mengharum
harapku masih menggulung
berkejaran dengan gelombang Selat Makassar
sementara angin kering berlari
sembunyi di Karebosi
Ya, aku masih ingat
pada gelakku saat kita saling mendukung
di sepanjang Jalan Penghibur

Saat itu jam berhenti berdetak di Sungguminasa
membasuh tangis di Takalar
Sore pun kembali harum pada dinding penantian.

Pantai Losari, 4 April 2010

Rabu, 18 Agustus 2010

Rabu, 04 Agustus 2010

30. DINDING ANAKKU

oleh: U. Nurochmat

Ya, Tuhan... kubaca langit-Mu

menaung tanpa tiang...
Kukabarkan pada anak-anakku
yang berlarian di pematang

Lalu angin bertasbih
gunung berdzikir
mangagungkan dinullah

Ya, Tuhan... belum banyak
yang bisa kudekap
karena mataku terlalu penuh
dinding anakku.

Terimalah Tuhan... istigfarku.


Petir, 4 April 2000

29. TAK


oleh: U. Nurochmat

Aku memang bodoh karena mimpi
masa depanku ada kamuku
yang larung pada alir sejarahku
nyanyikan cinta yang dulu pernah kita bicarakan
saat-saat embun masih bergantung pada malam

Aku masih ingat
gaun putihmu memaksa bisik hitamku
bila kupu-kupu kuning gemulai di putik bunga merah
yang rengkuh pesona sepi

Aku memang bodoh bila kau senyum
selalu saja sihir itu bangkitkan riuh hutan cemara
atau derai hujan senja
menebar, harum

Pada apa mesti kuadukan
sepiku sepimu yang tak gunduk di bukit penantian
atau tak hampar di lembah kepasrahan
cicipi sisa desah yang layu tak berkesudahan

Itukah kamu? Yang tersenyum menyapa terik kota?
Itukah kamu? Yang memaksa deritaku mengunyah rasa?

Tak sepi, tak pasti,
Tak tak tak, tak mati.




22 Desember 2008






27. LELAKI DI GERBANG SENJA

oleh: U. Nurochmat

Lelaki di gerbang senja
mengeja senyum di tepi makna
Pipimu keriput dipapar usia
gigimu tanggal dikunyah masa

oh, lelaki di gerbang senja
kau sampirkan mimpi di kemboja
pada minggu-minggu pertama
di musim pancaroba

Lalu siapa yang kau idamkan
makan sop dalam mangkuk yang sama
atau bersanding di trotoar kota?
semenjak kau lalui sejarahmu yang tersisa

Kini kau bawa segala duka
bertemu dengan mimpi
di gerbang senja.


Stasiun Cikini, 2 Juli 2010

26. KUSAM

oleh: U. Nurochmat

Ada bulan tergolek di pangkuan
Sinarnya kusam sisa penantian
Kutak mungkin memalingkan jiwa
Karena padamu kutitip rasa

Ada bulan menangis di pelukan
wajahnya kusam jejak kepalsuan
Kutak mungkin memalingkan cinta
karena dirimu belahan jiwa

Ada bulan mengurai jarak
Pada sejarah yang kian berarak
Memetik hati yang lama berderak
mengais asa yang makin berserak.

Jakarta, 27 Juli 2010

Rabu, 09 Juni 2010

MENGANALISIS NOVEL ATAU CERPEN

(untuk Pelajar SMP)

Dalam menganalisis novel atau cerpen, baik asli Indonesia maupun terjemahan, tidak perlu mengeriutkan kening karena memang tidak sulit. Syaratnya hanya mau membaca bukunya. Bagi yang rajin membaca, tentu saja membaca sebuah buku cerita merupakan keasikan tersendiri, terlebih jika tugas membaca buku cerita tersebut diberi kebebasan memilih bukunya. Sebaliknya, bagi siswa yang kurang suka membaca, tugas yang diberikan guru Bahasa Indonesia ini akan menjadi beban berat. Bisa jadi sebuah novel yang tebalnya di bawah 300 halaman akan selesai dibaca berbulan-bulan. Alangkah mengenaskan kondisi pelajar di negeri ini jika demikian.
Dalam wacana ini tentu saya tidak akan membahas soal kemalasan pelajar dalam membaca karena itu soal selera dan dampaknya hanya si pelajar itu sendiri yang merasakannya. Yang akan dikupas dalam Menganalisis novel atau cerpen ini adalah masalah pembelajarannya. Mengapa? Karena jika hal ini diketahui para pelajar, diharapkan hasil belajarnya dapat mencapai nilai maksimal.


Dalam kegiatan pembelajaran menganalisis novel atau cerpen (kadang-kadang Bapak/Ibu Gurumu menyebutnya mengapresiasi karya fiksi) aspek yang dibahas ada 2 (dua) yaitu: unsur ekstrinsik, dan unsur intrinsik. Dari kedua unsur tersebut, kegiatan pembelajaran lebih cenderung pada unsur intrinsik sesuai dengan tuntutan Kompetensi Dasar (KD). Adapun yang termasuk dalam unsur intrinsik adalah:

1. Tema/topik/gagasan utama, adalah sesuau yang menjiwai seluruh isi cerita. Tapi percayalah... bahwa dalam evaluasi pembelajaran definisi tidak akan ditanyakan. Yang penting kalian tahu hal apa yang diceritakan dalam novel tersebut. Untuk mengarah ke sana, pertanyaan yang paling tepat adalah,"Masalah apakah yang diceritakan dalam novel tersebut?"
Sedangkan bagi pemula yang ingin menulis prosa, sumber tema itu macam-macam, namun jika dikelompokkan akan menjadi 4 macam, yaitu: khayalan, pengalaman, pengamatan, dan opini/pendapat.

2. Amanat, adalah pesan yang disampaikan penulis melalui karyanya (baca: novel atau cerpen!). dalam sebuah cerita amanat yang disampaikan oleh penulis tentunya banyak. jadi bisa saja amanat itu muncul dari tiap kutipan secara tersurat atau secara tersirat.
Misalnya:

"Pak, tolong tidak merokok di lingkungan ini! Kasihan saudara-saudara kita yang tidak merokok,"dengan senyum Mas Anwar memohon pada Susilo yang begitu nyaman menikmati rokoknya di teras masjid sebelum Sholat Dzuhur dilakukan.
"Ah, Pak Anwar, merokok saja harus diatur." sergah Susilo sambil melemparkan rokoknya yang masih membara ke kecomberan.


Amanat yang terdapat dalam kutipan cerita tersebut adalah, para perokok harus memperhatikan kesehatan orang lain. jangan merugikan orang-orang di sekitarnya.

3. Latar/seting, adalah tempat, waktu, suasana (lahir-batin) situasi suatu peristiwa dalam cerita. Coba perhatikan penggalan peristiwa pada contoh di atas! Latar peristiwa itu adalah: di (teras) mesjid, siang hari, dalam suasana santai.

4. Penokohan, adalah gambaran tokoh yang ditampilkan penulis sebagai media penyampai pesan dengan cara menciptakan tokoh-tokoh yang mendukung pesan (protagonis), yang menentang pesan (antagonis), maupun yang berperan sebagai tokoh penengah (tritagonis).
Coba tunjukkan dalam penggalan cerita di atas yang berperan protagonis dan antagonis! Tahu kan? Kalau tidak tahu silakan telepon ke 911! Hehehe!

5, Perwatakan, sebenarnya perwatakan sama saja dengan membicarakan tokoh juga, hanya saja dalam perwatakan kupasan tokoh ditujukan untuk menguraikan bagaimana sih, watak tokoh tersebut? Apakah penyayang, tanggung jawab, jujur, pembohong, pembangkang, penakut dan sebagainya, tujuannya untuk mengetahui apakah watak tokoh tersebut mendukung isi cerita atau tidak. Bagaimana watak Anwar dan Susilo dalam penggalan cerita tersebut?
Perwatakan dilukiskan oleh penulis dengan berbagai cara:
a. melalui penggambaran fisik atau penampilan tokoh secara umum.
b. melalui reaksinya terhadap suatu persoalan yang ada dalam cerita.
c. melalui gaya bicaranya atau tingkah lakunya.
d. melalui pembicaraan tokoh lain.
e. melalui penampilan lingkungannya seperti tempat tinggalnya, tempat kerjanya, dsb.
f. melalui paparan penulis secara langsung tentang watak tokoh ceritanya.

6. Konflik, adalah benturan kepentingan atau harapan dalam cerita yang menimbulkan masalah bagi tokoh-tokohnya. Konflik merupakan pokok persoalan yang disampaikan oleh penulis denga teknik yang cerdas sehingga cerita menjadi menarik. Konflik bisa berupa:
a. konflik fisik/ragawi, adalah maalah yang menyangkut masalah raga/fisik. Misalnya, si tokoh terpaksa tidak menepati janji karena kakinya bengkak setelah terkilir.
b. konflik batin/rohaniah, adalah masalah yang dirasakan dalam hati si tokoh namun tidak diketahui tokoh lain. Misalnya merasa cemburu, jatuh cinta, sedih, dan lain-lain.
c. konflik sosial, adalah masalah akibat benturan kepentingan atau pandangan dalam hubungan sosial si tokoh dengan tokoh lain.
d. konflik alamiah, adalah masalah yang disebabkan oleh musibah, bencana alam, atau kondisi alam yang menghambat atau menjadi masalah bagi si tokoh.
Dalam penggalan cerita di atas, terdapat konflik sosial antara Pak Anwar dengan Susilo.

7. Sudut Pandang Pengarang, adalah cara penulis memosisikan diri terhadap cerita yang ditulisnya, apakah sebagai pelaku (orang I) atau sebagai pencerita/penonton (orang III). Pada penggalan cerita di atas, penulis memosisikan diri sebagai pencerita/penonton (orang III). Sudut Pandang pengarang dibagi menjadi:
a. Orang I pelaku utama
b. orang I pelaku sampingan
c. orang III serbatahu
d. orang III tidak serbatahu (pengamat)

8. Alur/plot, adalah jalan cerita yang terikat oleh waktu. Jalan cerita biasanya terdiri atas pengenalan, pertikaian, dan penyelesaian. Penulis tidak selalu mengawali ceritanya dengan pengenalan, bisa jadi dia mengawali ceritanya dengan penyelesaian, artinya masalah sudah diselesaikan baik secara menyedihkan, atau menggembirakan karena waktu dalam cerita bisa diurut sesuka penulisnya selama cerita tersebut jelas mana sebab dan mana akibat. Alur dibagi menjadi:
a. alur maju
b. alur mundur
c. alur campuran

9. Nilai kehidupan, adalah makna-makna baik tersirat maupun tersurat yang bisa diambil oleh pembaca yang dapat diterapkan dalam tingkah lakunya atau diyakini sebagai suatu nasehat, pendidikan terhadap perbaikan akhlak. Memang dalam membaca cerita baik novel ataupun cerpen ada 2 motivasi: 1, untuk dianalisis, dan 2. sebagai media rekreasi.
Tujuan menganalisis biasanya dilakukan oleh mereka yang akan mempelajari unsur-unsur cerita baik intrinsik maupun ekstrinsiknya, dan yang memiliki keinginan untuk menjadi penulis cerita. Alangkah naifnya jika ingin jadi penulis cerita, tetapi miskin selera membaca cerita.
Sedangkan yang bertujuan rekreasi, biasanya mereka membaca karena ingin menghibur diri, atau sekadar mengisi waktu.
Nilai kehidupan bisa berupa nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, nilai pendidikan, nilai kesehatan, nilai kekeluargaan, nilai estetika, nilai etika, dan lain-lain.
Pada penggalan cerita di atas nilai kehidupan yang terkandung adalah nilai kesehatan.

Nah, anak-anak, semoga artikel yang sederhana ini dapat kalian manfaatkan untuk menambah wawasan atau pengetahuan kalian. dan semoga pula tulisan ini menjadi ladang amal untuk saya. karena bersedekah pengetahuan bisa jadi ladang amal yang pahalanya mengalir walau suatu saat saya sudah meninggal sekalipun. Bila perlu silakan di-copypaste saja dengan tetap memegang etika yaitu menyebutkan sumbernya, jangan malu-malu!

Selamat belajar.

U. Nurochmat
SMP Negeri 1 Jakarta

Pada siapa kuberlindung dari ajakan iblis laknat, jika bukan kepada-Mu.... ya, Robb!!!

Kuhormati ketulusanmu, apapun yang akan kau katakan.....

Kamis, 03 Juni 2010

MENAPAK JEJAKMU

oleh: U. Nurochmat

Ibu
Kali ini aku menulis puisi
Untukmu
Bukan untuk dinilai, kau bukan juri
Karena itu, Ibu
Aku mohon Ibu tidak melihat puisi ini bagus atau tidak
Tetapi lihatlah indah apa tidaknya

Ibu puisi ini hanya untuk mengisi acara
Saat Ibu melepas jubah kepala sekolah.
Di saat seperti ini, seharusnya aku sedih … tapi tidak!
Karena langkahmu bukan terusir
Dari pergaulan sosial yang multitafsir
Karena langkahmu bukan kalah
Menghadapi tantangan jaman yang penuh masalah

Ibu puisi ini hanya untuk mengisi acara
Saat Ibu meninggalkan ruang satu
Di saat seperti itu seharusnya aku sedih … tapi tidak!
Karena sepeninggalmu, ruang itu tetap satu
Dan penghuninya tetap nomor satu
Ruang itu akan setia mencatat satu demi satu kiprah Ibu di SMP Satu

Ibu, aku masih ingat kala hati merana
Ibu undang aku satu meja
Ibu usap gundahku dengan bijaksana
Ibu tuntun galau hatiku penuh kasih dan makna
Aku yakin juga pada yang lain

Ibu sambut bila aku manja
Ibu rengkuh bila aku rapuh
Ibu gapai bila aku capai
Ibu tersenyum bila aku melamun
Ibu bahagia saat aku ceria
Dan Ibu bangga bila aku berjaya

Namun
Ibu tidak marah bila aku nakal
Ibu hanya menunjukkan ke mana arah yang kekal
Ibu tidak melawan bila aku marah
Ibu hanya menasehati tentang hidup yang tabah
Ibu tidak mentang-mentang bila aku terlambat datang
Ibu tidak meradang bila aku tidak datang
Ibu hanya sirami kami dengan kesabaran yang matang

Ibu, maaf, aku tidak ingin memuji-mujimu
Karena segala puji untuk Yang Maha Terpuji
Aku juga tidak akan memuja
Karena segala puja bagi Rosul kita
Lagi pun walau tak dibesar-besarkan, Ibu sudah cukup besar
Karena itu aku tak akan menyebut-nyebut jasamu
Tabu bagiku!!!
Apa lagi di tempat umum seperti ini
Aku takut mereka takjub padamu
Aku tak ingin menyebut kalau Ibulah yang meng-ISO-kan SMP satu
Aku tak ingin menyebut kalau Ibulah yang meng-RSBI-kan SMP satu
Aku tak ingin menyebut kalau Ibulah yang meng-IT-kan SMP satu
Dan seabrek prestasimu di SMP Negeri ini.
Tidak akan … biarlah aku sendiri yang tahu.

Ibu aku tulis kata-kata ini untukmu
Siapa tahu bisa dijadikan bekal di perjalananmu
Karena aku tahu perjalananmu kian mendaki
Dan entah berapa kapan kita bisa sesawah bersama lagi
Sekebun berladang merumputi gulma bangsa
Dan entah berapa masa lagi kita bisa bertukar wawas
Seperahu mengarung gelombang jaman
Entahlah …

Aku berdoa semoga di tempat baru
Engkau tetap jadi pembaharu
Dalam semangat yang menderu
Jadikan kinerja bagai rekreasi seru

Aku kan selalu meneladani semangatmu
Dalam berkiprah menggali potensi memacu prestasi
Aku kan selalu menapak urai jejakmu
Dalam berjuang mengentas mutu menatar tradisi

Tuhan
Aku bersaksi di hadapanmu
Bila Ruliah Lestari adalah sosok panutan
Penyuluh kami di kala lemah
Penyantun kami di kala resah
Penopang kami di kala rebah
Pendorong kami di kala lelah

Tuhan
Berikan umur panjang baginya
Agar bisa menyaksi SMP Satu kan terus bertaji
Mengejawantahkan harapannya
Melunaskan hasrat yang terjanji

Ibu
Kumasih ingat suara terompahmu
Saat Isya bersama, ya, di mesjid kebanggaan kita
Leleh keringatmu belum lagi kering
Suara sangar menikamkan fitnah di wajah
Tapi tak perlu berpaling bila langkahmu
Telah melewati ujian dan klarifikasi
Aku yakin fitrahmu takan pupus
Hanya dihujah seekor musang
Karena kau adalah singa betina
Yang tahu di mana kau berpijak
Dan untuk siapa kau bijak
Pada Tuhanlah tentu

Ibu kumenapak jejakmu.
Selamat karena kau tak salah memilih profesi
Kau berhasil mengukir prestasi
Dalam pengabdian yang penuh kreasi dan inovasi
Sejarah di sini, ya, di SMP 1 terus menyaksi
Bila orang nomor satu terus berotasi

Ibu kumenapak jejakmu.


Jakarta, 14 Februari 2010
Ujang Nurochmat

Selasa, 26 Januari 2010

28. Puisi Untuk Bapakku

BAPAK
oleh: U. Nurochmat

Derap langkahmu
Adalah tari kecak di senja waktu
Mengerat sumpah
Para denawa di belantara

dudukmu di kursi kayu
Adalah kilatan laras senjata
Menancap di kibaran bendera

Namun kini,
Baringmu adalah lirih elang luka
Merapuh di balik kelu
Mengeja napas satu-satu

Segenang air mata
Melepuh sepi-sepi hari kamar tua
Mengusam kidung moyang kita
Kepasrahan pada tautan ayat-ayat
Maha Pencipta

Dan kini,
Tatap redupmu melampah
di titian doaku

9 Des. 2009