Selamat Datang

Selasa, 01 April 2008

Makalah SIstem Informasi Manajemen


ABSTRAKSI
JARINGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN
DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
oleh: U. Nurochmat

Peranan Sistem Informasi Manajemen (SIM) dalam sebuah organisasi sebenarnya sudah lama disadari oleh para manajer. Namun muncul ke permukaan sebagai kajian ilmiah baru dipandang serius pada organisasi modern. Organisasi modern yang tentunya memiliki arus komunikasi sebagai saluran informasi telah menempatkan SIM sebagai salah satu subunsur dalam fungsi manajemen yang turut memberi corak dan akselerasi terhadap efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan. Modernisasi organisasi sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga sangat berpengaruh terhadap dunia pendidikan sebagai salah satu lembaga/organisasi.
Kesadaran akan pentingnya SIM dalam dunia pendidikan tentu akan lebih difokuskan pada proses pembelajaran sebagai sentral kegiatannya. Sistem jaringan informasi tentang unit-unit organisasi pendidikan sebagai stakeholder baik fungsi, kapasitas, kuantitas, maupun kualitasnya akan berpengaruh positif terhadap kegiatan proses pembelajaran. Daya dukung layanan pendidikan mutlak jadi sebuah kebutuhan bagi para pelaku proses pembelajaran yaitu siswa, guru, kepala sekolah dan orang tua siswa.

Kata kunci: Sistem Informasi Manajemen, proses pembelajaran, unit-unit organisasi pendidikan, layanan pendidikan


BAB I
KAJIAN PEMIKIRAN
Menggeliatnya dinamika dunia pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini telah membuka mata semua pihak bahwa pendidikan sebagai pusat pengentasan aset bangsa sudah seharusnya diperhatikan secara serius. Bahkan adanya kebijakan pemerintah dengan otomisasi daerah membuat lembaga-lembaga pendidikan bahu-membahu melakukan inovasi dan akselerasi programnya sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan maksimal masing-masing untuk mengejar ketertinggalan pembangunan bangsa khususnya mempersiapkan generasi muda dalam era globalisasi.
Kenyataan ini tidak terlepas dari kian pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Planet bumi yang terpisah oleh letak geografis tidak lagi jadi penghambat dalam pergaulan internasional. Sistem komunikasi informasi telah memainkan perannya. Tidak ada sejengkal tanah atau wilayah yang terpencil sekalipun terlepas dari rangkuman jaringan informasi. Di manapun kita berada, hanya dengan sebuah telepon selular, kita dapat merambah dunia. Lalu bagaimana jadinya jika program pendidikan dilaksanakan dengan sistem yang tidak berakar dari kenyataan ini? Outcome hanya jadi penonton, atau paling hebat hanya jadi konsumen sebuah kemajuan. Jelas ini jangan sampai terjadi.
Sekolah modern sudah selayaknya membuat perubahan radikal yang berani tampil sebagai pelopor menuju sistem sekolah unggulan. Dan perubahan itu secara bertahap dan sistematik harus menggunakan prosedur yang sangkil mangkus terhadap sasaran yang telah ditetapkan. jangan sampai rencana yang telah disusun hanya sekadar program yang tidak selaras dengan kondisi pelaksanaan. Hal seperti ini jelas bukan sesuatu yang mustahil karena banyak program yang tidak dilandasi data, fakta atau informasi di lapangan. Atau dengan kata lain program dibuat seratus persen hanya berdasarkan intuisi belaka.
Untuk mengantisipasi hal seperti itu, biasanya sekolah-sekolah yang tengah mempersiapkan diri sebagai sekolah unggulan akan menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) secara sistematik dan terpadu, sehingga nantinya diharapkan akan mengubah sekolah tersebut menjadi sekolah yang memiliki karakteristik sesuai dengan Standar Nasional pendidikan (SNP). Sekolah yang sudah memenuhi kriteria disebut Sekolah Standar nasional (SSN).
Dalam penyusunan RPS harus menerapkan prinsip-prinsip pencapaian prestasi siswa, membawa perubahan yang lebih baik, terarah, terpadu, menyeluruh, tanggap terhadap perubahan, berdasarkan kebutuhan (demand driven) partisipasi, keterwakilan, transparansi, data driven, realistik sesuai dengan hasil analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat), Dan berdasarkan hasil review dan evaluasi. Seperti yang telah diutarakan di atas, bahwa harus ada konsistensi antara perencanaan dengan pelaksanaan. Perencanaan yang baik akan memberi kontribusi keberhasilan maksimal terhadap implementasinya. Seperti yang digambarkan dalam bagan berikut ini.

Desain RPS
Evaluasi RPS
Implementasi RPS
Desain RPS
Evaluasi RPS
Implementasi RPS


Kualitas RPS Kepatuhan implementasi Kesesuaian hasil
Gambar 1

Oleh karena itu sekolah harus mempertimbangkan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi seperti kondisi strategis lingkungan, kondisi sekolah, dan harapan masa depan. Alur berpikirnya akan digambarkan pada chart berikut.


ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS

Rencana Strategis (5 tahun)
Rencana Operasional (1 tahun)
Monitoring dan Evaluasi
Pelaksanaan Program

Kondisi sekolah
Saat ini
Kondisi sekolah
Yang diharapkan










Gambar 2

Berdasarkan jalur analisis pada gambar 2 di atas, tampaknya kehadiran sistem informasi sangat dominan. Dikatakan demikian, untuk mencapai kondisi sekolah yang diharapkan, harus mengetahui dulu informasi tentang kondisi sekolah saat ini yang sebenarnya. Dengan demikian para konseptor akan menjabarkannya dalam rencana strategis dan dilanjutkan dengan rencana operasional. Oleh karena itu informasi tentang kondisi sekolah saat ini harus aktual, up to date, objektif, valid, reliabel, konsisten, akuntabel, terkait, dan berfungsi. Apabila hal ini sudah terpenuhi, maka implementasi pelaksanaan program akan lebih terarah sesuai dengan rencana.



Yang dimaksud dengan pelaksanaan program tentu saja tanggung jawab kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan di tingkat sekolah. Dan pelaksananya jelas para guru yang langsung melaksanakannya di lapangan. Ini mengindikasikan bahwa keberhasilan program yang disusun bergantung pada produktivitas kerja guru dalam proses pembelajaran. Sebaliknya konsistensi keberhasilan bergantung pada akurasi informasi yang telah digariskan dalam program sekolah. Jadi dalam hal ini ada hubungan positif antara jaringan sistem informasi manajemen pendidikan dengan proses pembelajaran.**)
















BAB II
PEMBAHASAN
Ada pertanyaan, “Faktor apa saja yang harus dianalisis sehingga diperoleh informasi yang berfungsi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan program pendidikan di sekolah?” tentu saja untuk menjawab pertanyaan ini sangat bergantung pada ketelitian para desain pendidikan di sekolah tersebut. Di depan telah dikemukakan bahwa faktor-faktor terkait patut dianalisis guna memperoleh informasi sebagai bahan pertimbangan. Dan berikut ini faktor-faktor yang dimaksud.
A. Faktor Prestasi Sekolah dan Lulusan
Tujuan utama dari proses pendidikan di sekolah adalah mencapai prestasi sekolah yang tergambar dari ketercapaian standar kompetensi lulusan (SKL) oleh siswa. Seluruh sumber daya dan fasilitas diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan. Maka program pendidikan baik jangka pendek maupun jangka panjang semestinya disusun dengan perencanaan yang matang. Untuk mempersiapkan program tersebut perlu adanya pertimbangan terhadap kondisi prestasi sekolah dan lulusan saat ini. Informasi yang akurat dapat diperoleh melalui pengamatan baik langsung maupun tidak langsung. Yang penting, setiap informasi disampaikan secara akurat dan objektif. Dengan memperoleh data, atau informasi tentang prestasi sekolah dan lulusan saat ini, sekolah dapat menyusun program pengembangan potensi sekolah menuju tercapainya standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP).
Berikut ini contoh format yang digunakan oleh sekolah-sekolah unggulan dalam rangka menjaring informasi tentang prestasi dan lulusan sekolah.
NO.
KOMPONEN
KONDISI
SAAT INI
KONDISI YANG
DIHARAPKAN (5 tahun ke depan)
KESEN-JANGAN
1
Kelulusan
Prestasi akademik lulusan belum memenuhi standar nasional (rata-rata SKM 50% dan UN 5.00)
Prestasi akademik lulusan memenuhi standar nasional (rata-rata SKM 80%, UN 8.00)
38%
2
Prestasi Sekolah
Prestasi non akademik masih belum maksimal (rata-rata mencapai kejuaraan tingkat kodya)
Prestasi non akademik sekolah tinggi (rata-rata mencapai kejuaraan tingkat nasional)
50%
Gambar 3
Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun sistem informasi yang benar-benar sesuai dengan manajemen suatu organisasi. (Edi Purwanto.2006). oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang cermat terhadap data atau fakta dengan menggunakan pola perhitungan yang akuntabel sebelum mengisikan informasi pada kolom-kolom format tersebut. Apabila pengisiannya hanya berdasarkan intuitif semata, maka informasi yang diperoleh cenderung akan menambah kerumitan sistem, biaya tinggi, bahkan gagal. Dengan demikian sistem dipandang tidak efektif.

B. Faktor Kurikulum
Kurikulum sampai saat ini masih dipandang sebagai faktor yang paling menentukan tercapainya tujuan. Pandangan seperti ini jelas kurang tepat karena dinamika proses pendidikan terwujud dari koneksitas berbagai aspek yang saling menunjang dan mempengaruhi. Dengan kata lain tidak ada satu unsur pun dianggap lebih penting dibandingkan dengan unsur yang lain.
Pendekatan pengembangan kurikulum dapat menggunakan pendekatan sentralistik dan atau desentralistik. Kedua pendekatan ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihan pendekatan sentralistik adalah mudahnya dicapai konsensus, sangat baik dalam memelihara budaya nasional, sangat membantu dalam perluasan kesempatan belajar, dan mudah dalam mengadakan inovasi. Adapun diantara kekurangannya adalah kurang mampu beradaptasi dengan kebutuhan lokal (daerah). Keuntungan pendekatan desentralistik mudah diadaptasi dengan kebutuhan dan situasi sosial-budaya lokal; namun memiliki kelemahan, yaitu terutama kesulitan untuk mencapai konsensus dari berbagai keragaman kebutuhan daerah.
Kurikulum yang ada sekarang dikembangkan lebih dekat dengan pengelolaan atau pendekatan desentralistik. Hal ini merupakan implikasi dari keseluruhan pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia yang didasarkan pada berbagai perundangan yang telah ditetapkan, antara lain UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bab III Pembagian Urusan Pemerintahan Pasal 14 Ayat 1 yang menegaskan bahwa Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah/Kota antara lain pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan. Tuntutan utama dari pendekatan desentralistik adalah tuntutan kemampuan setiap pengembang kurikulum yang harus menyebar dari tingkat pusat, daerah, sampai pada tingkat satuan pendidikan di sekolah. Kemampuan pengembangan kurikulum pada setiap tingkatan bukan mengikuti jenjang birokrasi tetapi merata dan tidak memiliki perbedaan yang jauh antara pengembang kurikulum tingkat pusat, daerah maupun pada unit satuan pendidikan karena mereka memiliki fungsi masing-masing dalam skenario besar secara nasional. Kesenjangan yang selama ini terjadi sebagai akibat dari kurangnya pemahaman implementasi kurikulum pada tingkat daerah dan satuan pendidikan sehingga pada saat daerah diberi wewenang untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi lingkungan dan sumber daya pendidikan di masing-masing daerah, tim pengembangan kurikulum daerah cenderung menanti petunjuk pelaksanaan dari pusat.
Berdasarkan gambaran di atas maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan desentralisasi kurikulum sangat membutuhkan Pengembang Kurikulum di tingkat daerah dan tidak hanya dalam bentuk organisasi tetapi para anggotanya memiliki standar kualifikasi yang memadai layaknya sebagai pengembang kurikulum. Untuk itu dibentuklah Jaringan Kurikulum sebagai suatu wadah yang dapat menjembatani kesenjangan antara pusat dan daerah.
Pentingnya kedududukan Jaringan Kurikulum di daerah semakin mendesak terkait dengan fungsi strategisnya. Berdasarkan kajian dari Pusat Kurikulum dapat diidentifikasi bahwa Jaringan Kurikulum memiliki dua fungsi; (1) Sebagai tim pengembang Program Muatan Lokal, (2) Memberi bantuan teknis baik kepada lembaga pendidikan maupun perorangan dalam rangka pengembangan, implementasi, pemantauan dan evaluasi kurikulum di daerah. Demikianlah pentingnya kedudukan Jaringan Kurikulum di daerah dapat disepadankan sebagai motor penggerak dalam pengembangan, implementasi, pemantauan dan evaluasi kurikulum yang berjalan di daerah.
Sementara itu, berdasar fakta empiris, Sekolah dan Komite Sekolah belum semuanya memiliki sumber daya manusia yang memadai, sehingga belum semua Sekolah dan Komite Sekolah mampu menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Silabusnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam masa transisi, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas memandang Sekolah dan Komite Sekolah perlu dibekali informasi tentang penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan pengembangan Silabusnya.
Mengingat bahwa jumlah Sekolah di Indonesia sangat banyak, maka Pusat Kurikulum mengalami kesulitan memberikan bimbingan dan bantuan teknis kepada semua Sekolah/Madrasah di Indonesia dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu, Pusat Kurikulum memandang perlu memberdayakan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) yang pernah dibentuk di setiap Dinas Pendidikan Provinsi (ketika itu Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) dalam Jaringan Kurikulum, dan membentuk Tim Pengembang Kurikulum di tingkat Kabupaten/Kota.
Tujuan penyusunan Model Jaringan Kurikulum adalah untuk membantu daerah dalam memberdayakan atau membentuk Jaringan Kurikulum yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing.
Secara khusus tujuannya adalah untuk membantu Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan agar dapat:
1. Menyiapkan tenaga dalam bidang pengembangan kurikulum.
2. Menyusun struktur organisasi.
3. Menyusun fungsi dan tugas personil Jaringan Kurikulum.
4. Mengusulkan penerbitan SK untuk Jaringan Kurikulum beserta personilnya.
5. Menyusun rancangan kegiatan dan pendanaannya.



C. Faktor Proses Pembelajaran
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mengimplementasikan kurikulum yang telah disusunnya berdasarkan informasi kondisi sekolah dalam bentuk kegiatan belajar mengajar.
Seperti yang tersurat dalam judul, bahwa sistem informasi pendidikan sebagai layanan pendidikan akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Guna memaksimalkan kegiatan pembelajaran, maka selayaknya sekolah menganalisis kondisi proses pembelajaran saat ini, apakah sudah memenuhi syarat atau belum. Jika memenuhi syarat, langkah selanjutnya adalah meningkatkan kinerja agar lebih produktif dan terus berusaha mempertahankan motivasi para tenaga pengajar. Namun jika kurang maksimal, maka lakukanlah tindakan kuratif agar konferhensif dengan kurikulum yang telah dicanangkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan mengacu pada visi dan misi.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Peserta didik memperoleh pelayanan yang bermutu dan memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan.
2. Menegakkan lima pilar belajar: Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, afektif, dan menyenangkan.
3. Memperoleh pelayanan untuk perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi dan tahap perkembangan, dan kondisi perkembangannya dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi yang berdimensi ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
4. Hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarso sung tulodo.
5. Menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dengan prinsip “alam takambang jadi guru”.
6. Mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya, serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
Dengan memperhatikan ketujuh prinsip di atas, semestinya proses pembelajaran akan optimal dalam upaya mengantarkan output mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Namun kembali pertanyaan akan muncul,”Apakah informasi yang dijadikan landasan pengembangan sekolah tersebut sudah kredibel, dan apakah layanan pendidikannya sudah maksimal?”


D. Faktor Sarana dan Prasarana
Dari sekian faktor yang dianalisis, bisa jadi implementasi program pengadaan sarana dan prasarana merupakan sektor yang paling besar menyerap dana. Namun (lagi-lagi tidak bermaksud memihak), ketersediaan sarana dan prasarana memberikan daya dukung yang besar terhadap peluang tercapainya kondisi yang diharapkan. Penyediaan fasilitas sekolah harus diselaraskan dengan tuntutan kurikulum (standar isi). Memang ada kondisi yang justru terbalik pada sebuah lembaga sekolah. Yakni di sekolah tersebut terdapat sarana dan prasarana yang memadai, bahkan berteknologi tinggi. Namun sekolah tersebut belum memiliki tenaga yang mumpuni di bidang IT. Akibatnya perangkat yang ada hanya jadi hiasan lemari penyimpanan menunggu ketinggalan jaman.
Untuk menghindari kondisi seperti itu, penyediaan sarana dan prasarana harus dianalisis dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya manusia yang mumpuni atau siap ditraining untuk pemanfaatannya.

E. Faktor Sumber Daya Manusia (Tenaga Pendidik dan Kependidikan)
Dalam rangka mengoptimalkan pencapaian target, selain hal-hal yang tersebut di atas, pengembangan sumber daya manusia (SDM) juga perlu dilakukan. Yang dimaksud dengan sumber daya manusia di sekolah adalah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Persyaratan utama yang terkait dengan SDM adalah tenaga pendidik/guru/kepala sekolah dan tenaga kependidikan/karyawan yang memenuhi kebutuhan tuntutan kurikulum. Indikatornya adalah guru yang memiliki kompetensi dan kualifikasi mengajar dan mengelola sekolah. Kompetensi meliputi kompetensi profesional, personal, paedagogik, dan sosial (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Sedangkan indikator tenaga kependidikan mencakup kompetensi dan kualifikasi dalam mengembangkan berbagai strategi yang mengarah pada efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Sebelum program pengembangan ini diaplikasikan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), maka perlu adanya penelusuran/analisis terhadap kondisi real saat ini. Apakah SDM yang ada memiliki potensi, atau hambatan, atau lingkungan yang terkait dengan SDM memiliki tantangan atau peluang, perlu didata sebagai informasi yang perlu dipertimbangkan. Adapun harapan ke depan terhadap SDM ini adalah sertifikasi setiap personal sebagai pengakuan secara legalitas terhadap profesionalisme SDM.

F. Faktor Sumber Dana
Sumber dana di beberapa daerah memang masih menjadi kendala bagi program peningkatan mutu pendidikan di sekolah-sekolah. Sementara di daerah tertentu sumber dana tidak terlalu jadi beban karena didukung oleh pendapatan daerah yang memadai sehingga sanggup memenuhi ketentuan perundang-undangan yaitu 20 persen dari APBD.
Sebagai sebuah organisasi, sekolah tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam pelaksanaan program pengembangannya. Karena itu, sekolah harus memiliki sistem pengelolaan keuangan yang transparan, kredibel, akuntabel. Sehingga sumber dana dapat dimanfaatkan pada sasaran secara efektif dan efisien.
Di sisi lain sistem pengelolaan keuangan saat ini perlu diakuisisi apakah memiliki daya dukung yang positif atau malah menghambat. Penulis mengatakan hal ini, karena banyak institusi sekolah yang karena kehati-hatiannya berakibat kurang kondusif terhadap penyelenggaraan proses percepatan program. Banyak proyek yang telah diprogramkan menghadapi hambatan bahkan jalan buntu karena terbentur birokrasi yang berbelit-belit. Sementara ada proyek yang semula dianggap tidak urgen malah jadi program yang progresif karena ada “sesuatu” yang memberi peluang untuk menghasilkan keuntungan pribadi oknum tertentu.
Sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang, biaya pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah tanpa menutup kemungkinan ada sumber dana lain yang sah. Karenanya deskripsi kebutuhan peserta didik dalam kaitannya dengan operasional proses pembelajaran harus diutamakan. Sedangkan di sekolah swasta, persoalan akan lebih pelik lagi mengingat sumber dana cenderung berasal dari siswa sebagai subjek didik. Sekolah tentu akan menuangkan informasi pendapatan dan peruntukan dana ini dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Di sini peranan sistem informasi manajemen keuangan turut berpengaruh positif terhadap kinerja guru dalam proses pembelajaran.

G. Faktor Manajemen Sekolah
Saat ini sekolah yang baik menerapkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Indikasinya, bidang-bidang manajemen di sekolah tersebut dilakukan secara profesional, transparan, mandiri, dan akuntabel. Seperti manajemen kesiswaan, fasilitas, perpustakaan, penilaian, SDM, dan lain-lain.
Bahkan dalam manajemen umum ada bidang khusus yang melakukan analisis terhadap sistem informasi manajemen secara permanen karena pada dasarnya sebuah sistem tidak berlaku pasif dan statis. Manajemen harus selaras dengan perkembangan jaman yang dipengaruhi oleh berbagai unsur. Dan hal ini sebaiknya juga ada di setiap lembaga pendidikan tingkat sekolah. Dengan kehadiran unit ini diharapkan sekolah dapat terus memperbaiki dan menyempurnakan program dan kinerjanya.
Manajemen yang diterapkan di sekolah harus berorientasi pada visi dan misi. Dengan demikian setiap pelaku organisasi baik yang bergerak di unit lini maupun unit staf harus memahami arah mana yang harus ditempuh, dan tindakan mana yang harus dilakukan untuk mencapai visi. Berikut ini gambaran manajemen strategik sebagai jalur analisis sebuah manajemen.
Mengiden-tifikasi misi organisasi
Kekuatan internal
Kekuatan dan kelemahan organisasi
Peluang dan ancaman lingkungan
Kekuatan eksternal
Positi-oning
Menentukan visi, misi dan tujuan
Melaksa-nakan strategi
Memfor-mulasi strategi dan action plan












Gambar 4
Berdasarkan bagan di atas, pelaksanaan strategis harus memperhatikan hasil analisis SWOT. Program harus realistis, logis, dinamis, dan operasional. Sehingga ada “benang merah” antara tujuan yang telah digariskan dengan pelaksanaan strategis.

H. Faktor Kepemimpinan Pendidikan
Untuk melaksanakan MBS dengan baik dalam upaya pencapaian program-program yang telah dicanangkan oleh sekolah, mutlak diperlukan kepala sekolah yang memiliki jiwa kepemimpinan (leadership) yang tangguh. Sudah dapat diramalkan bahwa menganalisis kebermaknaan seorang kepala sekolah memang akan menghadapi kendala, khususnya dalam hal objektivitas. Bagaimanapun menilai seorang individu, apalagi jika yang menganalisis adalah bawahan dalam forum terbuka, besar kemungkinan rasa riskan akan memengaruhi mutu informasi. Belum lagi dikaitkan dengan jenis penilaiannya yang bersifat kualitatif. Maka dari itu ada baiknya jika analisis terhadap kinerja kepala sekolah dilakukan oleh pihak independen/pihak luar dengan melibatkan unsur-unsur yang terpelihara kerahasiaan identitasnya.
Memang ada beberapa ciri yang dapat dijadikan acuan untuk menilai kepemimpinan pendidikan yaitu kemampuan untuk mempengaruhi, memberdayakan, memobilisasi, membimbing, membentuk kultur, memberi teladan, menjaga integritas, berani mengambil risiko, melakukan inovasi, dan eksperimen, memotivasi, menghargai martabat kemanusiaan, menghargai orang lain atas kontribusinya, bertindak responsif dan proaktif, memahami pengembangan dirinya, menerapkan organisasi belajar, meresolusi konflik, dan menghargai kebhinekaan.
Hasil analisis terhadap kepemimpinan pendidikan yang dilakukan oleh kepala sekolah ini agaknya belum dapat diimplementasikan dalam bentuk program ataupun antisipasi dan pengembangan karena menyangkut individu yang notabene seorang manajer di institusi tersebut. Terkecuali memang ada program yang dilakukan oleh pihak yang berwenang yang membawahi dan secara struktural menangani sekolah-sekolah (baca: Dinas Pendidikan) yang melakukan perekrutan kepala sekolah berdasarkan kompetensi dan kualifikasi calon kepala sekolah. Selama sistemnya masih stagnan, dunia pendidikan akan sulit melakukan restrukturisasi yang terkait dengan kepemimpinan.

I. Faktor Sistem Penilaian
Sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentan Standar Nasional Pendidikan (SNP) mencantumkan standar penilaian pendidikan, tentunya para ahli pikir pendidikan terlebih dahulu melakukan analisis terhadap data-data kontekstual yang terkait dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian prestasi belajar secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemampuan, dan kemajuan hasil belajar peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi, bahan laporan kemajuan hasil belajar, memperbaiki proses pembelajaran, dan menentukan kelulusan siswa. Penilaian dapat dilakukan melalui pengamatan, perkembangan afeksi, ulangan, portofolio, penugasan, produk, dan atau ekspresi motorik.
Begitu pentingnya sistem penilaian ini bagi sebuah sistem, sehingga hasilnya dapat dijadikan landasan untuk program berikutnya ke depan, dan sebagai dasar menentukan keputusan yang menyangkut nasib seorang siswa lulus atau tidak dari pendidikan. Karena begitu pentingnya, maka analisis terhadap faktor sistem penilaian ini seharusnya tidak dilakukan secara gegabah.
Menganalisis sistem penilaian harus menyeluruh, dengan memperhatikan validitas, dan reliabilitas penilaian. Misalnya dengan memperhatikan alat penilaiannya, jenisnya, bahkan sampai pada bentuk soalnya sebagai alat ukur apakah sesuai dengan syarat-syarat pembuatan soal? Relevankah bila dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai? Karena hal-hal seperti inilah maka dalam evaluasi pendidikan diharuskan melakukan analisis soal guna memperbaiki atau merevisi program, proses, atau alat penilaian yang digunakan. Selanjutnya informasi tentang alat ukur ini akan menjadi lebih valid, reliabel, dan relevan.**)














BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Sistem Informasi manajemen sebagai layanan pendidikan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah.
2. Proses pembelajaran merupakan implementasi dari program yang dicanangkan berdasarkan informasi kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan oleh sebuah lembaga pendidikan.
3. Unit-unit organisasi dalam lembaga pendidikan saling terkait dan membentuk suatu jaringan yang saling mempengaruhi.
4. Sistem Informasi Manajemen pendidikan sebagai layanan manajemen Pendidikan memegang peranan penting dalam pendidikan modern yang berwawasan ke depan.
B. Rekomendasi
1. Sekolah yang menyadari akan arti penting sistem informasi manajemen sebaiknya membentuk unit yang mengelola informasi unsur-unsur manajemen pendidikan.
2. Rencana Pengambangan Sekolah (RPS) disusun seharusnya didasari oleh hasil SWOT terhadap kondisi lingkungan baik internal maupun eksternal saat ini (kondisi real).
3. Hasil evaluasi seyogyanya dapat digunakan untuk merevisi program, kinerja/proses, dan alat evaluasi itu sendiri, karena itu alat evaluasi harus valid, reliabel, dan relevan.**)
Jakarta, 6 Juni 2007



DAFTAR PUSTAKA

1. Purwono, Edi. 2006. Sistem Informasi Manajemen. Kebijakan dan Prosedur Penyelenggaraan. Yogyakarta: Andi.
2. Long, Larry. 2004. Management Information Systems. (Diktat tanpa penerbit)
3. Hussain, K.M., Management Information Systems For Higher Education.(Terjemahan). New Mexico. USA: OECD
4. Pendidikan Nasional, Departemen. 2007. Panduan Pembinaan Sekolah Standar Nasional (SSN). Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
5. Atmodiwirio, Soebagio. 2000. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Ardadizya jaya.

Tidak ada komentar: